Musim kemarau berkepanjangan pada 2018 mengganggu produktivitas hasil tanaman pangan, khususnya padi yang masa tanamnya bisa mencapai tiga kali setahun.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menyatakan, musim kemarau panjang tahun ini sangat mungkin mengancam kedaulatan pangan. Pasalnya, kemarau panjang telah membuat paceklik di banyak tempat di Pulau Jawa. Padahal, salah satu pulau utama di Indonesia menyumbang sekitar 60% dari total luas lahan pertanian di Indonesia.
?Ada risiko gagal panen yang lebih besar. Kekeringan itu akan menyebabkan harusnya produksinya satu ton, ini jadi setengahnya. Makin jauh dari optimal,? ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (15/10/2018).
Lanjutnya, Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. "Di mana kekeringan tersebut sangat mungkin menimpa 28 provinsi yang ada di Nusantara." katanya
Sementara itu, Akademisi dari Fakultas Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa memang tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. Bahkan saat ini sudah memasuki musim hujan.
Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India.?
?Munson India itu pengaruhnya ke musim kemarau Indonesia. Saya pantau, indeks Munson India itu tahun ini lebih kuat dari normalnya. Normalnya 10 mps, tahun ini mencapai 15 mps, bahkan ada yang sampai 17 mps,? tutur pakar agroklimatologi ini.
Parah dan panjangnya musim kemarau di 2018 pada akhirnya berimbas ke produksi tanaman pangan, khususnya padi. Ia memperkirakan musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir di 10 harian pertama bulan November. Sayangnya, di saat bersamaan, pada waktu yang sama sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu.
?Hujannya akan lebih tipis. Ada El Nino yang kira-kira terjadi November sampai Maret 2019 nanti,? ungkapnya lagi.
Untuk itulah, Ia meminta pemerintah bisa mengantisipasi kondisi ini. Dengan rentetan musim kemarau yang dilanjutkan El Nino, pertanian pangan bisa makin terdampak. "Soalnya November hingga Maret biasanya merupakan masa tanam hingga panen raya pertama untuk padi." pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil