Travelstop, platform penyedia jasa perjalanan end to end asal Singapura mulai merambah pasar Indonesia. Berbeda dengan platform pelayanan perjalanan lainnya, Travelstop fokus pada perjalanan bisnis, sehingga pangsa pasar utamanya ialah perusahaan-perusahaan di Tanah Air.
CEO Travelstop, Prashant Kritane mengatakan, pihaknya melihat ada banyak potensi yang muncul dari perjalanan bisnis, terlebih untuk lintas negara. Selama ini, perusahaan dinilai kurang efisien dalam melakukan perjalanan bisnis mulai dari perencanaan, tiba di daerah atau negara tujuan, hingga kembali lagi ke Indonesia.
Berbagai hal yang menjadi kebutuhan pelaku perjalanan pun kerap tidak bisa terpenuhi lantaran adanya perbedaan antara negara satu dan negara lainnya.
"Ada perusahaan di Indonesia yang membuka cabang di negara lain. Banyak juga yang melakukan perjalanan untuk bertemu mitra usaha di luar negeri. Tujuan kami adalah menyediakan pengalaman terbaik kepada para pengguna jasa. Kami mencoba menawarkan opsi pemesanan yang sesuai kebutuhan dan menyediakan berbagai hal, mulai dari penerbangan, hotel, transportasi dan mata uang negara tujuan," ujar Prashant di Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Selain itu, Travelstop juga menyediakan bantuan untuk format pelaporan perjalanan, opsi pembayaran, hingga pemenuhan pajak regional. Pelayanan bahasa yang beragam akan diluncurkan oleh platform ini, sehingga pelancong bisnis tidak kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat.
Saat ini, Travelstop telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar di Indonesia. Secara global, yang telah bermitra diklaim telah mencapai 1.000 korporasi.
"Dalam beberapa tahun ke depan kami targetkan akan ada 20 ribu perusahaan yang bekerja sama dengan kami," lanjutnya.
Selain di Indonesia, Travelstop juga melakukan ekspansi ke Thailand, Vietnam, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang.
Sejak diluncurkan pada 2018 lalu, Travelstop telah diadopsi berbagai perusahaan di Asia seperti Reddoorz, Funding Societies, Dot Property, SP Jain, dan lain sebagainya. Platform itu juga menerima suntikan modal sebesar US$1,2 juta atau setara Rp17 miliar yang digunakan untuk pengembangan produk di berbagai negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: