Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mengakui hingga saat ini masih ada investasi bodong berkedok Multi-Level Marketing (MLM), skema piramida (ponzi) hingga money game. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kerugian masyarakat akibat investasi bodong sejak tahun 1975 hingga Agustus 2016 yang ditimbulkan akibat investasi bodong ini mencapai Rp126,5 triliun.
Sementara jumlah pengaduan masyarakat yang diterima OJK terkait investasi bodong hingga saat ini kurang lebih sebanyak 2.772 pengaduan.
"Bahkan ada satu company saja sampai mengelola dana Rp12 triliun. Kita saja baru Rp25 triliun. Jadi Anda bisa bayangin betapa besar uang yang dkelola dengan cara nggak benar ini," ujar Ketua Umum APLI Kany V. Soemantoro saat Dialog Interaktif ?MLM Halal atau Haram?? di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Baca Juga: Thomas Lembong Pede Investasi Bakal Tumbuh Dua Digit
Dia mengakui, investasi bodong berkedok MLM, atau investasi bodong dengan skema piramida dan money game akan tetap ada selama sifat keserakahan manusia masih ada.
"Ya itu bukan dibilang hilang atau tidak karena pada dasarnya kalau sifat serakah manusianya masih ada yang kaya gitu pasti masih akan ada. Untungnya sih kita dilindungi aturannya, Permendagnya, apalagi yang baru UU Nomor 7 tahun 2014 ini berbicara tentng penaltinya, pidananya. Intinya banyak orang yang bilang (serakah) itu shortcut-nya, mereka hanya fokus uangnya aja," jelasnya.
Menurutnya investasi bodong berkedok MLM ini memang sangat merugikan citra perusahaan MLM yang benar-benar menjalankan bisnisnya sesuai aturan. Tidak sedikit masyarakat yang menganggap negatif MLM akibat dari dampak investasi bodong berkedok MLM tersebut.
"Kerugian? Kita sedihnya namanya itu kedoknya MLM itu, tapi secara finansial mudah-mudahan nggak ada kejadian. Kita tahu (investasi bodong) itu merugikan banget, makanya bareskrim saat ini sudah punya UU-nya jadi mereka jika melihat ada indikasinya langsung tangkap nggak perlu ada korbannya," ungkapnya.
Dia mengakui, meskipun sulit memberantas investasi bodong tersebut, pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak tetap melakukan upaya pemberantasan.
"Kita sudah banyak kerjasama dengan Bareskrim, biasanya kita dijadikan saksi ahli bahwa terduga ini apakah mnggunakan skema piramida dalam bisnisnya atau tidak. Tahun lalu kita dijadikan anggota Satgas Waspada Investasi OJK dan diajak melakukan edukasi," papar Kany.
Baca Juga: Bikin Ulah Anjak Piutang, OJK Bekukan Usaha Perusahaan Pembiayaan Ini
Selain itu, APLI memastikan bahwa setiap anggotanya tidak menjalankan bisnis MLM dengan skema piramida, ponzi dan money game. "Pasti, pertama ketika mereka jadi anggota APLI, kita verifikasi kita ada tim audit verifikasi. Terus tiap tahun kita audit compliance yang kita audit marketing plan sama kode etiknya sesuai tidak dengan aturan yang ada. Setelah itu dalam perjalannnya kita mmbuat pembinaan tiap tiga bulan. Kl ada laporan (melanggar aturan) kita ada tim internal untuk cek dan ricek," tuturnya.
Skema ponzi dan skema piramida adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau perusahaan.
Selain itu ciri pada Skema ponzi dan skema piramida lebih mengutamakan perekrutan anggota baru dimana anggota lama disubsidi oleh anggota baru hingga akhirnya sampai ke level paling bawah dimana anggotanya akan mengalami kesulitan dan akhirnya sistem ini menjadi collapse/berhenti.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014, bagi pelaku Money Game, skema piramida/ponzi akan dikenakan hukuman yang berat yakni dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh