Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengundang tokoh agama dan tokoh adat Papua dan Papua Barat untuk bertemu di Istana Kepresidenan pada awal pekan depan. Rencana pertemuan itu salah satunya untuk membahas percepatan kesejahteraan di Papua.
?Aktivis kemanusiaan asal Papua, Natalius Pigai mengkritisi undangan pertemuan dari ?Presiden Jokowi. Menurut Pigai, rakyat Papua butuh penegakan hukum terkait adanya dugaan tindak rasisme di Malang dan Surabaya, bukan undangan pertemuan dari Jokowi.
"Menurut saya, tokoh Papua ke Istana Negara itu begini, orang Papua membutuhkan proses hukum bukan undangan. Orang Papua membutuhkan kepastian hukum ditegakkan bukan sebuah undangan dan pertemuan," papar Pigai, Sabtu (24/8/2019).
Kata Pigai, Presiden Jokowi lebih baik mengundang kepala daerah di Jawa untuk membahas dugaan tindak pidana rasisme terhadap mahasiswa Papua ketimbang mengundang tokoh adat Papua. Hal itu, tekan Pigai, untuk mengantisipasi terulangnya kembali dugaan tindak pidana rasisme terhadap rakyat Papua.
"Kalau mau, presiden sebagai kepala negara kalau mau mengundang, saya anjurkan undang saja Sri Sultan, para gubernur, bupati, wali kota, tokoh-tokoh? masyarakat Jawa yang melakukan rasialisme ke Istana. Untuk menyadarkan mereka virus-virus rasisme itu," paparnya.
Mantan anggota Komnas HAM tersebut menekankan bahwa dalam saat ini yang menjadi korban adalah masyarakat Papua. Pigai meminta agar Presiden Jokowi mengusut dugaan tindak pidana rasisme te?rhadap mahasiswa Papua.
"Saya berikan masukan ke Pak Jokowi itu sebaiknya jangan? undang korban ke istana. Kami tidak butuh undangan, yang butuh orang Papua kepastian hukum," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto