Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini tengah menjadi fokus sejumlah kalangan. Pasalnya, secara statistik tingkat kematian akibat PTM lebih tinggi dibanding penyakit menular. The Lancet edisi September 2018 menyebutkan bahwa 40,5 juta dari 56,9 juta penduduk di dunia meninggal akibat penyakit tidak menular pada 2016.
Tantangan utama pencegahan peningkatan PTM masih menemui banyak tantangan. Salah satunya karena penyebaran informasi produk penyebab PTM masih sulit diakses oleh masyarakat. Padahal, mendapatkan informasi terkait dengan produk yang dikonsumsi adalah hak bagi masyarakat.
Baca Juga: Waspada, Hirup Vape Picu Penyakit Paru hingga Berujung Kematian, Ini Kata Ahli
Marzuki Darusman, Ketua Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) mengungkapkan, saat ini masih banyak ditemui produk yang sebenarnya berbahaya, tetapi tidak memberikan informasi yang jelas mengenai dampak yang disebabkan. Bahkan, beberapa produk menyebut produk mereka tidak lebih berbahaya dibanding produk yang lain. Salah satu contohnya adalah rokok elektrik, yang disebut dapat mengurangi ketergantungan dari rokok konvensional melalui proses pembakaran. Namun, perusahaan tidak memberikan informasi bahwa produknya dapat menimbulkan efek lain.
"Contoh sambal pedas dengan stadium lebih, pemanis lebih baik dari gula, produk rokok dan susu yang diklaim sebagai produk yang lebih sehat," ungkap Marzuki. Sementara, karena tidak memiliki informasi yang lebih lengkap dan tidak punya pilihan untuk mendapatkan informasi kesehatan, masyarakat akan mudah terpengaruh menggunakan produk-produk tersebut.
Karena itu, dibutuhkan ketersediakan informasi yang sesuai standar kesehatan yang layak. Untuk mengupayakannya, FIHRRST melakukan penelitian untuk meningkatkan kesadaran hubungan hak asasi, peningkatan kesehatan, dan informasi produk yang berkaitan dengan penyakit.
"Fokusnya, penelitian fihrrst, sekarang sedang di-review, akan diterbitkan dalam jurnal medis di Amerika,? jelas Marzuki.
Harapannya, pertemuan itu menghasilkan rekomendari kepada pemerintah dan perusahaan agar masalah itu diatur dengan regulasi tertentu agar masyarakat terpenuhi haknya. Selain itu, memanfaatkan hasil temuan ilmu mutakhir yang berkaitan dengan kemudahan dan berpotensi memperpanjang umur warga.
Di luar negeri, menurut Marzuki, penyebaran informasi yang layak telah berkembang, terutama pengiklanan yang berhubungan dengan pengklaiman produk kurang berbahaya. Juga, gaya hidup yang terkait dengan pengaturan kehidupan, politik, dan sebagainya. Bahkan, ada peringatan tetang kecenderungan konsumerisme masyarakat akan produk tertentu.
Di Indonesia informasi selama ini masih bersifat pasif, artinya masyarakat harus mencari sendiri terkait dengan produk. Sementara di negara maju informasi berkembang secara aktif, pemerintah memberikan informasi kepada masyarakat.
"Jadi, peran pemerintah penting untuk beri informasi dan pendidikan publik, serta memberdayakan dan memberikan akses ke informasi," tegas Marzuki.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum