Strategi 'bakar duit' atau biasanya dikenal dengan promo besar-besaran memang sedang marak dipakai sejumlah startup. Beberapa startup seperti Dana, OVO, dan juga Gopay, menggunakan strategi ini demi mendulang jumlah pengguna.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah startup merugi paska menggunakan strategi itu? Belakangan heboh tentang pernyataan pemilik Lippo Group, Mochtar Riady, yang mengaku sudah lelah dengan strategi bakar duit yang dilakukan OVO.
Baca Juga: Startup Banyak vs Startup Layak, Lebih Baik Mana?
Namun, strategi 'bakar duit' rupanya bukan tanpa perhitungan. CEO Cyberwhale Solutions, Aldi Ardilo Alijoyo, menyebut setiap perusahaan memiliki kapasitas dana untuk 'dibakar'.
"Misal satu merk anggaplah sudah bakar duit USD100 miliar, itu cuma toleransi aja. Di kapasitas dia jauh dari itu," ujar Aldi usai acara ERM Academy Risk Beyond 2019 di Bali, Kamis (5/12/2019).
"Kita mikir 'kasian nih dia udah bakar duit' padahal itu baru sepercik dari toleransi. Toleransi biasanya 10 persen dari kapasitas," tambahnya.
Baca Juga: Setelah Lippo Lepas 70% Saham, Gimana Strategi Bisnis Ovo Tahun Depan? Masih Ada Promo Enggak Ya?
Kapasitas sendiri adalah jumlah uang yang dimiliki ketika membuat sebuah startup.
"Misal shareholders gabungin uang, anggaplah Rp100 juta, berarti kapasitas uang untuk dibakar ya cuma Rp10 juta," katanya.
Menurutnya, jumlah uang yang dibakar biasanya dihitung terlebih dahulu berdasarkan risikonya.
"Jadi kapasitas resikonya sebesar apa dihitung dulu. Kalau misalnya, saya punya kapasitas USD100 ribu dibakar, tapi saya toleransi sampai USD10 ribu aja," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Lestari Ningsih