Waduh! Seperempat Jumlah Babi di Dunia Musnah Gara-gara Virus Ini
Serangan virus flu Afrika pada babi kini telah memusnahkan seperempat stok ternak ini di seluruh dunia. Akibatnya, harga daging babi di Australia sejauh ini melonjak lebih dari 40 persen.
Seorang pemilik restoran makanan China di Brisbane, Andy Yu, mengaku sangat bergantung pada pasokan daging babi berkualitas untuk kesuksesan bisnisnya.
"Kami banyak menggunakan daging babi setiap harinya. Hidangan kami sebagian besar dibuat dari daging babi," kata Yu melansir Vivanews, Kamis (12/12/2019).
Harga daging babi di sini telah mengalami kenaikan lebih dari 40. Namun, Yu mengaku dia telah membayar lebih dari itu.
Pemilik restoran Golden Dunmpling Andy Yu mengaku keuntungannya makin tipis. Harga daging cincang dan usus babi kini telah meroket dan semakin mengurangi keuntungan usaha restoran Yu.
Baca Juga: Wabah Flu Afrika Menyerang, China Krisis Daging Babi
"Sudah naik dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu saya bisa membeli usus babi seharga US$9 per kilo. Tahun harga usus saja sudah mencapai US$17 per kilo (sekitar Rp 170 ribu)," jelasnya..
"Kami ini usaha kecil, bukan restoran besar. Keuntungan kami sangat tipis. Kondisi ini semakin mengurangi keuntungan kami," katanya.
Namun Yu belum mau menaikkan harga karena takut para pelanggannya akan pindah ke restoran lain. Menurunnya, pasokan daging babi akibat serangan virus yang sangat mematikan telah mempengaruhi sejumlah restoran.
Serangan virus African Swine Fever (ASF) atau lazim disebut flu Afrika telah menyebabkan penyakit dan kematian pada ternak babi di China dan sebagian negara Asia Tenggara.
Menurut pengamat perdagangan ternak Simon Quilty, dampak serangan ASF kali ini sangat besar. "Diperkirakan hampir 50-60 persen dari ternak babi di China telah musnah atau dimusnahkan sebagai akibat dari penyakit ini," katanya.
"Artinya, sekitar seperempat dari populasi babi di dunia," tambah Quilty.
Pemerintah Australia sendiri kini meningkatkan biosekuriti untuk mencegah masuknya virus ASF.
Harga semua daging diperkirakan naik
Dampak berkurangnya pasokan daging babi membuat harga daging ternak lainnya diperkirakan juga akan mengalami kenaikan.
Pengamat Simon Quilty menjelaskan sulitnya mengisi kekurangan pasokan daging dunia akibat musnahnya 250 juta ekor babi. Konsumsen di China yang kesulitan mendapatkan daging babi kini beralih ke daging ayam, domba, dan sapi.
Quilty memperkirakan, meskipun virus ASF belum masuk ke Australia, tapi konsekuensinya pada harga komoditas ini sudah mulai terasa.
"Harga daging di dunia sedang meningkat khususnya daging sapi tanpa lemak telah naik 40 persen dalam tiga bulan terakhir," jelasnya.
Baca Juga: Antisipasi Penyakit Demam Babi Afrika, Kementan Siapkan Kebijakan Strategis
"Kenaikan ini akan berkelanjutan hingga lima tahun ke depan. Pasalnya, sulit untuk mengisi musnahnya sekitar 250 juta ekor babi sejauh ini (akibat virus ASF)," kata Quilty lagi.
Bagi pemilik restoran seperti Andy Yu, yang diperlukan ada solusi cepat. "Saya berharap bisa normal kembali. Sehingga warga China bisa makan lebih banyak babi," ujarnya.
Harga menu makanan favorit China seperti babi rebus diperkirakan akan mengalami kenaikan.
Biro Pertanian dan Sumberdaya Ekonomi Australia (ABARES) menyatakan wabah baru penyakit AFS diketahui telah terjadi di Vietnam. Selain itu disebutkan bahwa ada "laporan yang belum dikonfirmasi tentang kematian babi secara massal di Indonesia".
"Berkurangnya pasokan protein kemungkinan berlangsung beberapa tahun dan telah menyebabkan kenaikan harga daging," kata ABARES dalam laporan akhir tahun.
"Harga-harga ternak Australia seperti sapi, domba, babi dan kambing diperkirakan akan naik di tahun-tahun mendatang, sebagian karena permintaan ekspor dari negara Asia yang terkena dampak wabah AFS," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti