Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Media AS Beberkan Fakta Gagalnya Peran Washington dalam Perang Afghanistan

        Media AS Beberkan Fakta Gagalnya Peran Washington dalam Perang Afghanistan Kredit Foto: Reuters/Mohammad Ismail
        Warta Ekonomi, Seoul -

        Washington Post beberapa waktu lalu menerbitkan seri investigasi tentang perang Amerika Serikat (AS) di Afghanistan. Investigasi ini berdasarkan pada ribuan dokumen pemerintah yang diperoleh surat kabar tersebut.

        Laporan ini menyoroti perbedaan antara apa yang terjadi di Afghanistan dan apa yang dikatakan oleh pemerintah AS tentang hal itu.

        Baca Juga: Pembicaraan Damai Taliban-AS Ada Kemajuan, Sekjen PBB Beri Apresiasi

        Laporan ini, seperti dilansir Al Jazeera, menyoroti pergeseran strategis yang menandai keterlibatan AS dengan apa yang sebelumnya dianggap sebagai "perang baik" tetapi sekarang perang itu seperti tidak akan berakhir.

        Sebagian besar dari semua dokumen-dokumen ini mengungkapkan bahwa kegagalan di Afghanistan sebagian besar terjadi di AS, sesuatu yang telah diketahui oleh orang-orang yang telah mengamati konflik selama ini.

        Pejabat yang dikutip dalam penyelidikan Washington Post berulang kali menyalahkan Pakistan dan mitranya di Afghanistan karena merusak upaya perang mereka.

        Terus mengambil dolar Washington, tetapi di sisi lain mendukung lawan-lawannya, Pakistan memainkan permainan ganda, yang efeknya sangat terasa pada pertengahan 2000-an, ketika Taliban berada dalam posisi bertahan.

        Bantuan dan perlindungan Pakistan memastikan bahwa Taliban akan memiliki ruang untuk berkumpul kembali secara fisik, politik, militer, dan organisasi.

        Para pejabat Washington, meski penjelasan mereka soal Pakistan hampir seragam, tapi terkadang cenderung melebih-lebihkan implikasinya sebagai faktor paling penting dalam perang.

        Bahkan jika Islamabad telah melakukan persis apa yang diinginkan Washington, pasukan AS masih akan berusaha untuk menenangkan pemberontakan yang berbasis di pedesaan dengan sesedikit pasukan seperti yang dimiliki pemerintah Bush di Afghanistan.

        Untuk sebagian besar kepresidenan George Bush, AS memiliki 10 hingga 20 ribu pasukan di Afghanistan. Ini adalah komitmen yang remeh, ketika disandingkan dengan tujuan sebenarnya dari Washinton.

        Bagaimanapun, AS memiliki sekitar 150 ribu tentara di Irak selama masa jabatan kedua Bush dan dalam perbandingan yang lebih langsung, Soviet memiliki lebih dari 100 ribu tentara yang menduduki Afghanistan pada 1980-an.

        Selain itu, kehadiran Amerika yang relatif ringan di Afghanistan ini bertujuan tidak hanya untuk pertempuran, tetapi juga membangun rumah sakit dan sekolah, menggali saluran irigasi, mengarahkan lalu lintas, dan memasak.

        Terkait dengan kurangnya sekutu yang kredibel, populer, dan kompeten di lapangan, dari perspektif banyak pejabat, akar kegagalan AS di Afghanistan terletak persis di sana, di dalam masyarakat Afghanistan. Setidaknya ada dua hal yang menguatkan hal ini.

        Pertama, korupsi Hamid Karzai, para sekutunya, dan sistem kleptokratis yang lebih luas, yang didapati orang Amerika tidak pernah memberi kesempatan pada pendudukan. Korupsi yang meluas tidak diragukan lagi memainkan peran penting dalam mendelegitimasi pemerintah yang didirikan AS di Kabul.

        Kedua, di samping masalah utama korupsi, para pejabat AS menganggap orang Afghanistan terlalu tidak berpendidikan, terlalu tidak disiplin, dan pada dasarnya terlalu terbelakang untuk membentuk kekuatan tempur yang layak menjadi negara berdaulat.

        Menurut Washington Post, sumber-sumber yang diwawancarai menggambarkan pasukan keamanan Afghanistan tidak kompeten, tidak termotivasi, kurang terlatih, korup dan penuh dengan desertir dan penyusup.

        AS, di bawah pimpinan Donald Trump sendiri saat ini tengah berusaha untuk mengakhiri perang di Afghanistan, dengan melakukan pembicaraan dengan Taliban. Namun, meski sempat ada rancangan kesepakatan damai antara kedua belah pihak, pembicaraan damai AS dan Taliban masih jauh dari kata usai.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: