?Many will call me an adventurer, and that I am?only one of a different sort: one who risks his skin to prove his truths."
Bagi sebagian orang yang menjalani harinya sebagai sebuah rutinitas, bisa jadi aktifitas bepergian tak lebih hanya bermakna perpindahan dari satu titik asal ke sebuah tempat tujuan. Namun bagi sebagian yang lain tidak lah demikian. Bagi mereka, arti sebuah perjalanan tak kalah berharga dibanding tercapainya titik tujuan. Bagi Ernesto Rafael Guevara de la Serna, tokoh besar yang quotenya tertulis awal tulisan ini, sebuah perjalanan bermakna penting untuknya dalam mencari arti ?kebenaran?.
Bagi sosok sentral di balik Revolusi Kuba yang terkenal dengan nama Che Guevara itu, kulit putih khas bangsawan yang terpaksa harus terbakar panas matahari hingga menjadi legam adalah ?harga? yang pantas untuk sebuah pengalaman yang didapatkannya dari satu perjalanan. Bagi Che dan para bikers lain, setiap perjalanan selalu memiliki cerita yang tak selayaknya dilewatkan begitu saja. Dari setiap putaran roda, ada rangkaian kisah berharga yang sangat pantas untuk dirawat dan dan dikenang. Karenanya, jangan heran bila ada seorang bikers yang demikian setia merawat motor tuanya dengan penuh effort yang mungkin bagi sebagian orang terasa cukup mengherankan. Bagi mereka, motor tua bukan hanya seonggok besi karatan tanpa nilai. Bagi dia, merawat kendaraan adalah salah satu tools bagi mereka untuk mengenang setiap perjalanan yang pernah dilaluinya.
Dan bukan satu hal yang mudah untuk merawat sebuah kendaraan tua. Tidak hanya perkara modal yang besar, namun ketelatenan yang juga harus di atas rata-rata. Seperti halnya yang dirasakan oleh Dipa. Tak terasa sudah 13 tahun lebih lelaki berkacamata itu merawat Suzuki Arashi yang sehari-hari menjadi tunggangannya. Sebuah pilihan yang tak lazim dan cukup merepotkan, lantaran tiga tahun sejak dilaunching pada tahun 2006 lalu, Arashi secara resmi ?disuntik mati? oleh produsennya sehingga benar-benar berhenti produksi pada tahun 2009.
?Karena dari pihak Suzuki sudah tidak lagi produksi, akhirnya lama-kelamaan cari sparepartsnya jadi susahnya minta ampun. Solusinya pakai yang bekas, tapi itu juga susah dicari. Kalau untuk mesin sih masih bisa pakai spareparts Shogun karena relatif sama, tapi untuk fairing, bodi samping atau batok kepala kan berbeda. Jadi susah,? ujar Dipa, saat ditemui di sebuah bengkel modifikasi di Kawasan Grand Galaxy, Bekasi, awal Maret lalu.
Baca Juga: Gak Nyangka! Ternyata Motor Harley Davidson Tercipta dari Gudang Kecil, Begini Kisah Suksesnya
Namun seperti halnya para penghobi motor tua lainnya, Dipa tak selangkah pun surut dari tantangan susahnya merawat motor Arashi kesayangannya itu. Semakin banyak tantangan yang ada, justru di situ lah keasyikan dalam merawat sebuah motor tua. Alhasil, Dipa yang sejak remaja hingga lulus kuliah dulu sama sekali tidak tertarik dalam bidang otomotif, kini mulai asyik dalam kepusingannya mencari cara agar motor kesayangannya itu tetap bisa digunakan dengan baik dan normal. Demi mengakali rusaknya satu per satu part bodi dan tak ada gantinya lagi, DIpa sempat berganti-ganti gaya modifikasi, mulai dari ayago style ala Thailand, pangkas rendah stang hingga bergaya sporty, sampai beralih ke gaya caferacer hingga terakhir mengacu pada konsep japstyle.
?Akhirnya lama-lama capek juga. Karena itu sekarang aku ubah total. Seluruh rangka aku buang dan tinggal menyisakan mesin saja, lalu kita pasang ke rangka Honda C70. Ini solutif banget buat aku yang dari dulu masalahnya lebih ke bodi, sedangkan kita tahu bodi C70 kan solid? banget, full besi karena jadi satu dengan rangka. Jadi pas banget,? tutur pria berkacamata ini.
Sayang
Terkait kengototannya untuk tetap setia pada Arashi bahkan dengan hanya menyisakan mesinnya saja, Dipa punya alasan sendiri. Dalam pandangannya, mesin Arashi relatif bandel dan tak pernah ada masalah serta cukup responsif ketika digeber dalam kecepatan tinggi. Karenanya, Dipa merasa sayang dan malah lama-lama ?jatuh hati? sehingga enggan untuk berganti tunggangan lain. Tinggal kemudian tantangannya adalah bagaimana merawat mesin tua tersebut agar tetap nyaman dipakai dengan performa yang juga masih relatif terjaga. ?Memang untuk merawat motor tua bisa dibilang susah-susah gampang. Karena sudah ?umur?, biasanya part-part di mesin itu sudah agak goyang. Ring pistonnya sudah lemah. Nggak presisi lagi. Dari situ maka kuncinya ada di oli. Motor tua relatif butuh oli yang lebih kental, karena kalau (olinya) terlalu cair, part-part yang sudah mulai goyang karena kurang presisi tadi jadi saling bergesekan. Fungsinya sebagai pelumas kurang ,? sahut Doyok, montir sekaligus pemilik bengkel modifikasi langganan Dipa.
Baca Juga: Lebarkan Pasar ke Bangladesh, Pertamima Lubricants Rangkul Anak Intraco Group
Selain menjaga fungsi pelumas, menurut Doyok, tingkat kekentalan oli yang tinggi dibutuhkan motor tua untuk mengantisipasi adanya potensi rembes seiring dengan menurunnya fungsi packing diantara sambungan mesin. Dengan cairan oli yang lebih kental dan pekat, potensi terjadinya rembes bisa diminimalisasi, sehingga dalam bahasa komunitas penghobi motor, mesin yang ada bisa tetap ?kering?. Dengan segala pertimbangan tersebut, Doyok pun mengaku lebih memilih oli Pertamina Enduro 4T dengan SAE 20w-50 untuk digunakan di mesin Arashi milik Dipa. ?Enduro bagus. Saya sering pakai. Komentar dari customer mesin jadi nggak gampang panas. Tarikan juga tetap bagus biar pun itu motor tua. Apalagi Arashi kan memang dasarnya mesin balap. Mesinnya sama dengan Shogun, tapi dengan performa yang lebih responsif dan tarikan yang juga dibuat lebih enteng untuk ngebut,? ungkap Doyok.
Jawaban
Tak hanya untuk motor tua dengan mesin manual, Pertamina Enduro disebut Doyok juga bisa menjawab kebutuhan segmen motor lain, seperti kebutuhan oli untuk mesin motor matic. Misalnya saja untuk motor Yamaha Mio M3 yang biasa digunakan istri Dipa, Doyok merekomendasikan jenis oli Pertamina Enduro Matic 10W-30. Pertimbangan yang diambil oleh pria berambut panjang ini, motor tunggangan istri Dipa tersebut masih relatif keluaran baru sehingga kondisi part di dalam mesin bisa dibilang masih cukup sempurna dan tidak memerlukan tingkat kekentalan yang lebih.
?Selain itu karena pemakaiannya relatif untuk aktifitas sehari-hari di rumah, tidak perlu jenis SAE yang tinggi. 10W-30 sudah cukup berimbang. Artinya performa bisa tetap maksimal namun temperatur mesin juga masih terjaga, karena dengan trayek yang relatif dekat-dekat, mesin tidak khawatir terlalu panas,? papar Doyok.
Dengan berbagai jenis dan varian yang dimiliki, bukan lagi sebuah pilihan yang sudah bagi Dipa dan Doyok untuk menjadi pengguna setia produk-produk oli dari Pertamina. Alasannya sederhana saja, di tengah ramainya serbuan produk-produk oli dari luar negeri, Pertamina sebagai perusahaan asli Indonesia diyakini jauh lebih paham dan mengerti serta bisa menjawab semua yang dibutuhkan oleh pasar Indonesia secara umum. Sebut saja mulai dari kondisi suhu rata-rata yang ada di wilayah Indonesia, karakteristik gaya menyetir masyarakat Indonesia hingga kondisi geografis wilayah Indonesia dengan bentuk jalan relatif berkelok-kelok dengan trayek-trayek pendek, yang tentunya jauh berbeda, misalnya, dengan kondisi jalan di Eropa dan Amerika yang justru cenderung lurus dan sangat panjang.
?Artinya kondisi di lapangan sini (Indonesia) kan yang paling tahu ya pastinya Pertamina. Juga dengan reputasinya sejak dulu yang selalu support pembalap-pembalap nasional kita untuk berkiprah di regional hingga internasional. Artinya apa? Ya artinya secara kualitas produk Pertamina nggak kalah dengan industri yang ada di luar (negeri). Jadi sudah terpercaya,? tandas Dipa.
Satu Solusi
Tak hanya menyasar segmen pengguna motor, Pertamina lewat anak usahanya, PT Pertamina Lubricants, juga tak melupakan segmen pemakai kendaraan roda empat melalui brand Fastron Series. Diproduksi sejak tahun 2003, Fastron telah tersedia dalam berbagai varian produk sesuai dengan jenis mobil dan juga kondisi serta medan yang biasa dihadapi.?
Dalam kondisi lapangan yang ekstrem, misalnya, varian yang direkomendasikan untuk jenis kendaraan keluaran baru diantaranya adalah Fastron Techno 10W-30. Lalu juga Fastron Techno 15W-50 untuk kendaraan bensin yang telah dilengkapi sistem Direct Injection dan multi-katup. Terbaru, Pertamina Lubricants juga telah meluncurkan Pertamina Fastron Ecogreen untuk jenis kendaraan Low Cost Green Car (LCGC), seperti Toyota Agya, Calya, Honda Brio, Daihatsu Ayla hingga Daihatsu Sigra.
Dengan seluruh varian yang dimiliki hingga saat ini, PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Lubricants tak ubahnya menjadi one stop solution bagi seluruh kebutuhan pelumas di pasar Indonesia. Lewat duo ?penyerang? andalannya, yaitu brand Fastron dan Enduro, Pertamina sukses menyajikan solusi bagi pasar bikers dalam negeri agar tak lagi repot atau bingung mencari produk pelumas berkualitas.
Bagaimana tidak, kualitas dua brand tersebut sejauh ini telah diakui oleh berbagai pabrikan otomotif dunia, seperti Mercedes Benz, BMW, VW, Volvo hingga Porsche. Bahkan lewat varian platinumnya SAE 10W-60 dan VW 504.00/507.00, Fastron telah dipercaya sebagai produk resmi yang digunakan oleh Automobili Lamborghini di setiap gelaran event motosport di bawah kendali Lamborghini Squadra Corse. Sebagai produk resmi, Fastron jenis premium itu juga dipasarkan lewat 129 outlet resmi Lamborghini di seluruh dunia.
?Dengan kualitas yang sudah benar-benar terbukti seperti itu, Saya pikir sudah tidak ada keraguan lagi. Bahkan produk-produk impor saja juga belum tentu kualitasnya (bagus). Nah ini, ada produk lokal yang sudah diakui di dunia, masak kita masih juga meragukannya?? tegas Dipa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: