Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mengapa Konglomerat Indonesia Masih Enggan Genjot Investasi di Startup?

        Mengapa Konglomerat Indonesia Masih Enggan Genjot Investasi di Startup? Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
        Warta Ekonomi, Bogor -

        Investasi dalam?startup teknologi lokal masih sangat didominasi oleh investor asing, menurut pernyataan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dilaporkan oleh CNN. Apalagi pada?startup sekelas?unicorn dan?decacorn.

        Peneliti Ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi pun menjelaskan mengapa para konglomerat terkemuka Indonesia belum mau membiasakan diri berinvestasi di kancah?startup.

        "Kami melihat dua model bisnis yang berbeda. Konglomerat sangat terbiasa dengan model bisnis tradisional yang fokusnya menghasilkan keuntungan cepat dan berbeasis aset. Di sisi lain,?startup lebih mengejar impian, daya tarik, penilaian,?leverage, dan dominasi pasar," jelasnya, dilansir dari?KrAsia, Rabu (1/4/2020).

        Baca Juga: Waduh, Startup Mikro Sudah PHK Hampir 4 Ribu Orang pada Maret Ini, Ini Penyebabnya!

        Oleh karena itu, konglomerat lebih tertarik menanamkan modal kepada bisnis yang menjanjikan keuntungan dalam dua tahun. Sementara itu,?startup dengan valuasi tinggi yang sudah beroperasi lima tahun pun belum tentu sudah menghasilkan profit.

        Ia menambahkan, "itulah mengapa konglomerat mencoba membangun?startup sendiri, seperti Lippo Group dengan MatahariMall dan Ovo."

        Kembali ke rendahnya angka investasi konglomerat kepada?startup, Fithra menyebut pola pikir tradisional sebagai salah satu kendala terbesar.

        "Sebagian besar konglomerat masih berinvestasi secara tradisional, seperti melihat tingkat pengembalian tinggi dan investasi pengembalian. Model itu tak berlaku dalam investasi ke?startup, mereka (investor) perlu menganggap modal yang sudah dikeluarkan sebagai uang yang sudah hangus," paparnya lagi.

        Maka, agar bisnis para konglomerat itu tetap relevan di tengah disrupsi digital, mereka perlu mengambil peran sebagai 'pengasuh?startup' alias model inkubasi.

        Menurut Fithra, model inkubasi akan bermanfaat bagi konglomerat. Sebab, mereka memiliki uang dan pengetahuan soal model bisnis, kemudian bisa mempelajari karakteristik?startup karena mengamatinya sejak awal.

        "Jika konglomerat ingin tetap relevan, mereka perlu memperkuat program inkubasi, perkuat cengkeraman sejak awal," tambah pengamat itu.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tanayastri Dini Isna
        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: