Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Biar Kantong Tak Jebol, Begini Tips WFH dari Financial Planner

        Biar Kantong Tak Jebol, Begini Tips WFH dari Financial Planner Kredit Foto: Freepik
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejak pandemi virus corona (Covid-19) dinyatakan masuk ke Indonesia awal Maret lalu, pemerintah telah mengeluarkan anjuran untuk kerja, belajar, dan ibadah dari rumah. Sejak saat itu, setidaknya sudah hampir tiga minggu kerja dari rumah (work from home/WFH) ditetapkan oleh instansi dan perusahaan.

        Sudah banyak yang mulai terbiasa dengan bekerja dari rumah dan mulai merasakan positif dan negatifnya. Bagi sebagian orang mungkin merasakan sisi positif, seperti menghemat biaya pulang pergi ke kantor dan makan di luar. Tapi ada juga yang malah jebol, bukan hemat malah semakin boros.

        Hal itu diakui oleh pakar perencana keuangan (financial planner), Eko Endarto. Menurutnya, orang masih tetap bisa bekerja di tengah kondisi saat ini, pendapatan mereka tidak akan terpengaruh. Namun demikian, ada faktor-faktor lain yang justru membuat pengeluaran semakin banyak.

        Baca Juga: Pakar Kembangkan Aplikasi Deteksi Covid-19 Via Suara

        "Pada umumnya pasti akan berubah, harga akan naik di beberapa tempat karena kelangkaan dan ketakutan," ujar Eko Endarto kepada Warta Ekonomi, Kamis (2/4/2020).

        Karena kerja di rumah, menurut Eko, tidak ada waktu pasti membuat konsumsi menjadi semakin tinggi. Makan cemilan, jalan-jalan, belanja hingga biaya mengantar anak ke sekolah. Jadi, biasanya pengeluaran jadi lebih tinggi.

        "Berkurang di biaya transportasi, yang lain bisa lebih tinggi, jajan anak lebih tinggi," ujar Eko, Founder dari Finansia Consulting ini.

        Karena itu, yang perlu diperhatikan selama WFH supaya pengeluaran tidak membengkak: pengeluaran reguler dan WFH harus tetap sama. Kalau bisa lebih kecil karena tidak ada biaya ke kantor dan makan di luar.

        Caranya, harus tahu biaya transporasi tiap bulan, biaya makan tiap bulan, dan harus dipotong di awal. Misalkan biaya transportasi pulang-pergi dan makan Rp50 ribu, dikalikan kerja 20 hari kerja sama dengan Rp1 juta. Maka sejak awal penghasilan harus dipotong Rp1 juta, yang kemudikan dialokasikan ke lain: investasi atau tabungan.

        Kemudian, selama WFH, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, jajan anak pasti akan bertambah. Biaya rutin seperti listrik, air, dan internet juga pasti bertambah. Ditambah lagi selama di rumah transaksi kebanyakan dilakukan secara online, juga menambah pengeluaran.

        Biar tidak membengkak, lanjut Eko, sebisa mungkin biaya-biaya tambahan dan tak terduga harus ditekan. Biaya kerja di kantor bisa saja dialokasikan untuk mengganti biaya tambahan tersebut, tapi kalau memenuhi keinginan, berapa pun akan kurang terus.

        Baca Juga: OJK Tindaklanjuti Perppu Nomor 1 Tahun 2020

        Jadi usahakan bisa tetap sama karena pengaluaran rutin merupakan pengeluran yang bisa disubtitusi. Kalau harga naik, bisa menggunakan produk pengganti yang harganya lebih murah. Seperti masker mahal, tidak perlu menggunakannya kalau tidak membutuhkannya.

        Jadi intinya, menurut Eko, harus bisa membedakan biaya wajib, kebutuhan, dan sisanya untuk hal-hal yang bersifat urgen. Biaya wajib ketika WFH, seperti biaya listrik, internet, dan air yang dipastikan akan naik harus disiapkan terlebih dulu. Selanjutnya kebutuhan, dikeluarkan seperti biasanya. Kalau ada kenaikan harga, bisa menggunakan produk pengganti, seperti makan biasa.

        "Sehingga dana yang sebenarnya untuk konsumsi kebutuhan bulanan mereka bisa memenuhi kebutuhan tanpa harus menggunakan biaya yang dikeluarkan ketika ke kantor," tutup Eko.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: