Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pak Jokowi, Jangan Pura-Pura Tidak Tahu! Masak Kalah sama Mafia Pasar?

        Pak Jokowi, Jangan Pura-Pura Tidak Tahu! Masak Kalah sama Mafia Pasar? Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ferry Juliantono, menanggapi pernyataan Presiden Jokowi terkait berbagai barang kebutuhan pokok jelang puasa ini yang merangkak naik hingga dapat menyulitkan rakyat di tengah wabah Covid-19. Jokowi menyebut, kenaikan harga merupakan permainan tidak bertanggung jawab yang sulit diketahui jajarannya.

        "Agak aneh kalau presiden masih pada tingkat curiga. Padahal, sudah jelas harga yang banyak melambung ini karena ada permainan dari mafia pasar yang mengatur distribusi barang atau produk, yang berkongkalikong dengan jaringan pabrikan swasta," ujar Ferry yang juga merangkap Ketua Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Rabu (22/4/2020).

        Baca Juga: Curiga Harga Pokok Naik, Jokowi: Siapa yang Untung? Tolong Dicari!

        Menurutnya, praktik kongkalikong ini terjadi bukan karena permintaan terhadap barang yang melonjak pesat, tapi lebih diakibatkan adanya potensi suplai (pasokan) yang terganggu disertai terjadinya impor yang tersendat.

        "Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia pasar untuk mencari keuntungan setinggi-tingginya, dengan menetapkan kenaikan mencapai 50 persen seperti pada harga gula yang biasanya di angka Rp12.000 sampai dengan Rp13.000, saat ini bisa mencapai Rp19.000 dan pemerintah tidak berdaya menghadapi mafia pasar," kata Ferry.

        Dia melanjutkan, kalangan pabrikan gula swasta itu sebenarnya sudah mempunyai jaringan distribusi dari tingkat whole seller, distributor, hingga agen. Namun, Ferry menyesalkan pemerintah yang tidak memiliki kendali terhadap jaringan tersebut oleh karena peran pemerintah memang sengaja 'melumpuhkan diri dari sejak hulunya sampai hilir'.

        "Sebagai dampaknya lebih serius lagi, pabrik gula justru mati satu persatu atau malah beralih dengan dikuasai pihak swasta. Sementara itu, pabrik milik pemerintah akibat mesinnya ada yang dibuat di zaman Belanda sehingga tidak efisien dan selalu kalah bersaing," ujar Ferry.

        Tak cuma itu, lanjut Ferry, di sisi hilirnya, keberadaan Bulog pun ikut dilumpuhkan ibarat perusahaan distributor biasa yang tidak lagi memiliki kuasa dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok penting atau sembako.

        "KUD-KUD juga dimatikan secara perlahan, serta pasar-pasar tradisional nasibnya lebih parah karena dinamikanya terpepet oleh retail modern yang punya akses langsung ke pabrikan. Ya, akhirnya, sempurnalah penguasaan distribusi oleh mafia ini," katanya.

        Ferrry menyatakan satu-satunya kekuasaan yang dimiliki pemerintah saat ini adalah menegakkan fungsi 'aturan', tetapi hal ini rupanya tidak digunakan karena para pejabat khawatir kehilangan 'gula-gula' dari para mafia.

        "Jadi, menurut saya, lebih aneh bila presiden tidak tahu siapa yang bermain soal distribusi yang mempermainkan perut rakyat ini. Kita saja yang masih awam bisa tahu, kok ada mafia yang ambil rente/untung gila-gilaan. Jangan seperti istilah kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu sehingga ada alasan untuk tidak menindak atau membiarkan sepak terjang para mafia," katanya.

        Ferry juga meminta agar Jokowi menggunakan kekuasaan presiden secara maksimal guna mengatasi hal ini. "Presiden harus memerintahkan Menteri Perdagangan untuk menghilangkan termasuk menyikat para mafia pasar hingga merombak aturan supaya para mafia tunduk pada aturan yang dibuat oleh penguasa, bukan sebaliknya penguasa yang ikut aturan main dengan mafia seperti sekarang ini," kata Ferry.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: