Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Anies, Khofifah, Ganjar, atau Emil? Siapa Paling Gesit Hadapi Corona?

        Anies, Khofifah, Ganjar, atau Emil? Siapa Paling Gesit Hadapi Corona? Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
        Warta Ekonomi -

        DKI Jakarta yang dipimpin Anies Baswedan, Jawa Timur yang dinakhodai Khofifah Indar Parawansa, Jawa Barat yang dikomandoi Ridwan Kamil (Emil), dan Jawa Tengah yang dikawal Ganjar Pranowo, menempati urutan empat besar provinsi terbanyak pasien corona.

        Seberapa gesit para kepala daerah di empat provinsi tersebut dalam memerangi corona? Berikut uraiannya.

        Sejak awal April, Anies, Emil, Ganjar, dan Khofifah sudah ancang-ancang menghadapi pandemi virus corona. Caranya macam-macam. Ada yang menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ada juga yang memperketat kedatangan pemudik.

        Anies menjadi yang pertama menerapkan PSBB di DKI Jakarta, yakni sejak 10 April. Kebijakan ini berakhir pada 23 April, tapi kemudian diperpanjang hingga 22 Mei. Lewat kebijakan ini, Anies melakukan pembatasan kendaraan sampai melarang masyarakat berkerumun. Sebelumnya, sejak pertengahan Maret, Anies juga sudah meliburkan sekolah.

        Anies menyiapkan dana sekitar Rp3 triliun untuk penanganan corona. Belakangan, dana itu ditambah menjadi Rp5 triliun. Dana tersebut dimasukkan dalam pos Belanja Tidak Terduga (BTT) dari APBD DKI Jakarta tahun 2020. Dana tersebut dialokasikan untuk penanganan tiga sektor, yakni penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penanganan jaring pengaman sosial.

        Setelah Anies, giliran Emil menerapkan kebijakan PSBB di Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) pada 15 April. Seminggu kemudian, Bandung Raya juga diberlakukan PSBB. Teranyar, awal Mei, Emil menerapkan PSBB berskala provinsi di Jawa Barat dimulai 6-19 Mei.

        Menurut dia, keputusan itu akan lebih efektif memutus penyebaran virus corona. Untuk kebijakan ini, Emil menyiapkan anggaran sebesar Rp10,8 triliun.

        Setelah Emil, Khofifah ikut menerapkan kebijakan PSBB untuk kawasan Surabaya Raya. Kebijakan ini dimulai pertengahan April dan berakhir 11 Mei. Khofifah memperpanjang kebijakan itu hingga 25 Mei 2020.

        Menurut Khofifah, setelah ditelaah, 14 hari PSBB yang telah dilakukan di Surabaya Raya belum cukup menjamin berhentinya penyebaran Covid-19. Mantan Menteri Sosial itu juga memberi lampu hijau rencana pelaksanaan PSBB untuk wilayah Malang Raya. Untuk kebijakan ini, Pemprov Jawa Timur menyiapkan anggaran Rp2,3 triliun.

        Sementara Ganjar melakukan kebijakan berbeda. Politisi PDIP ini menyatakan tidak akan memberlakukan PSBB di Jawa Tengah. Meski tidak menerapkan kebijakan itu, Ganjar bilang warga sudah melakukan aktivitas social distancing. Masyarakat sudah melakukan banyak kegiatan di rumah. Tak hanya itu, sekolah juga sudah diliburkan.

        Para pekerja sudah banyak yang melakukan work from home (WFH). Saat ini Ganjar menyatakan bahwa pihaknya sedang fokus menata bantuan sosial. Bantuan sosial harus disalurkan ke seluruh rakyat yang membutuhkan.

        Menurut Ganjar, akan lebih baik jika tidak ada pemberlakuan PSBB dan mengalihkan ke tindakan-tindakan pencegahan lainnya. Memperbanyak imbauan kepada masyarakat beserta solusi agar roda perekonomian tidak mangkrak. Dia bilang, para wali kota/bupati dan sudah memberlakukan pembatasan, seperti menata pasar, menjaga jarak.

        Dari langkah-langkah itu, gubernur mana yang paling gesit melawan corona? Beberapa hari terakhir muncul hasil survei tentang topik tersebut. Ada yang menyebut Emil lebih sigap, ada juga yang menilai Anies lebih efektif.

        Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga punya penilaian mengenai ini. Pandu tidak menyebut orang-per orang. Dia lebih memaparkan secara umum, yaitu penerapan PSBB di semua provinsi masih belum optimal. Penerapan PSBB untuk menurunkan atau menekan kasus virus corona belum berhasil.

        "Belum berhasil karena banyak warga masyarakat yang tidak mematuhi," kata Pandu saat dihubungi.

        Pandu mengatakan, secara nasional, warga yang patuh untuk tinggal di rumah masih sangat sedikit. Provinsi yang menunjukkan peningkatan kepatuhan warga untuk tinggal di rumah adalah DKI Jakarta.

        Menurut dia, ketidakpatuhan masyarakat tersebut disebabkan beberapa hal. Salah satunya, karena mereka tidak mau diatur-atur. Selain itu, perpanjangan PSBB tak diikuti dengan perubahan peraturan yang signifikan.

        "Sehingga perpanjangan PSBB tidak akan berpengaruh banyak jika tidak diubah mindset-nya dari peraturan itu sendiri," ujar Pandu.

        Menurut Pandu, PSBB sebenarnya cukup efektif untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Pandu mengatakan, sejak DKI Jakarta menerapkan PSBB pada 10 April, jumlah penduduk yang beraktivitas di rumah hampir 60 persen. Hasilnya, jumlah kasus landai dan turun cepat.

        "Ini membuktikan bahwa pengalaman empiris bahwa pembatas sosial itu berdampak," ujarnya.

        Pandu berharap, pelaksaan PSBB ini harus disadari betul oleh disiplin masyarakat agar kebijakan ini dapat berjalan dalam jangka panjang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: