Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wacana New Normal, Anak Buah AHY: Jangan sampai Malah Korbankan Rakyat!

        Wacana New Normal, Anak Buah AHY: Jangan sampai Malah Korbankan Rakyat! Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kebijakan memperlonggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal yang akan diterapkan pemerintah, harus dijalankan dengan perhitungan yang jelas.

        Jangan sampai, relaksasi yang ditujukan untuk memutar kembali roda perekonomian yang juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19, malah mengorbankan kesehatan dan kehidupan rakyat.

        Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR Syarief Hasan. Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, Indonesia mestinya baru melakukan relaksasi, bila tren penurunan korban infeksi baru menurun terus sampai di bawah (Rt) 1.0.

        Baca Juga: PKS Endus New Normal Cuma Kedok Borok Pemerintah

        "Tapi, posisi terkini kasus Covid-19 di Indonesia per Selasa (26/5) justru kian menanjak, 415 orang. Angka itu masih sangat tinggi. Korban meninggal bertambah 27 orang. Total kasus positif semuanya berjumlah 23.165. Sedangkan kasus meninggal dunia berjumlah 1.418, dengan tingkat infeksi masih di atas 2.5," papar Syarief.

        "Dalam hal ini, pemerintah harusnya belajar dari beberapa begara yang melakukan pelonggaran pembatasan dengan pertimbangan matang," imbuhnya.

        Syarief pun menyebut sejumlah contoh relaksasi di negara-negara lain. Pertama, Wuhan, China. Kota itu dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan. Wuhan yang merupakan episentrum awal Covid-19 membuka kembali lockdown, setelah terjadi penurunan tambahan kasus. Hanya tiga kasus positif dalam tiga pekan terakhir.

        Kedua, Jerman mulai membuka kembali bisnis secara bertahap. Termasuk, menggelar kembali Bundesliga tanpa penonton.

        Jerman melakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan tambahan kasus secara signifikan, dan mampu menyembuhkan 164 ribu dari total 181 ribu kasus positif.

        Data Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular menyebut, tingkat infeksi Covid -19 di Jerman ketika itu berada di angka 0,65. Meskipun lockdown dilonggarkan namun social distancing dan penggunaan masker tetap akan diberlakukan.

        Ketiga, Denmark mulai melonggarkan lockdown dan mulai membuka sekolah secara bertahap. Data dari Statens Serum Institute menyebut, tingkat penularan di Denmark turun menjadi 0,7.

        Keempat, Italia mulai memberikan izin bekerja untuk 4 juta orang. Usaha seperti restoran mulai dibuka takeaway. Ibadah dan pernikahan, mulai dilakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan jumlah kasus aktif sebesar 2,29 persen dari total kasus konfirmasi mencapai 231 ribu, dengan jumlah kasus sembuh 32.955 kasus.

        Kelima, Vietnam merupakan salah satu negara yang telah melonggarkan kebijakan pembatasan. Keputusan tersebut diambil setelah tak ada kasus baru Covid-19 selama enam hari berturut-turut, dan tidak ada kasus meninggal.

        Kasus positif yang terjadi di Vietnam berjumlah 327, dan tidak ada sama sekali meninggal dunia.

        Keenam, Malaysia mulai melonggarkan lockdown untuk kegiatan perekonomian. Namun, usaha yang diizinkan beroperasi kembali harus mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.

        Pelonggaran ini diambil setelah kasus positif mencapai angka 7.604, dengan tingkat kesembuhan sebanyak 80,9 persen.

        Ketujuh, Belanda membuka lockdown dengan ketat seperti jaga jarak. Murid-murid diizinkan ke sekolah meski jam pelajaran masih dipangkas.

        Institut Kesehatan Masyarakat Belanda menyebut, tingkat infeksi turun di bawah 1,0. Sehingga, kebijakan pelonggaran diambil setelah jumlah kasus positif di Belanda mencapai 45.578 kasus.

        Begitu pula Korea Selatan. Melakukan pelonggaran, setelah berhasil menurunkan tingkat infeksi baru secara signifikan hanya 40 orang.

        "Belajarlah dari negara-negara lain, yang sudah melonggarkan pembatasan. Pemerintah harus mampu menekan penularan Covid-19 terlebih dahulu, di bawah tingkat infeksi 1,0. Pemerintah juga harus mempersiapkan segala protokoler. Agar Covid-19 dapat teratasi meski, dlakukan pelonggaran PSBB," papar Syarief.

        Baca Juga: Langsung Semangat Dengar Mal Bakal Dibuka, Lippo Klaim Siap Terapkan Protokol Kesehatan

        "Perlu diingat pula bahwa pemerintah terlambat melakukan PSBB, sehingga hasilnya pun memerlukan waktu. Bukan dalam waktu yang singkat ini. Sekali lagi, jangan mengorbankan kesehatan rakyat," tandas Syarief.

        Seandainya pemerintah tetap akan memberlakukan pelonggaran PSBB, Syarief menekankan pentingnya jaminan bahwa tidak akan terjadi peningkatan korban infeksi baru. Berarti, korban yang sembuh harus semakin meningkat secara signifikan. Begitu juga kasus meninggal. Harus semakin kecil, atau mendekati nol.

        "Bila ada jaminan bagi rakyat, berarti pemerintah telah bekerja sesuai amanat yang ditetapkan oleh konstitusi UUD 45," tegasnya.

        China melakukan unlock, setelah kasus positif mencapai 82.992 kasus dan kasus sembuh mencapai 78.277 kasus.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: