Boni Hargens, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), mengatakan bahwa mengantongi nama para tokoh yang ingin merancang kudeta terhadap pemerintahan yang sah di tengah krisis corona saat ini.
Menurutnya, kelompok ini ingin memakai sejumlah isu sebagai materi provokasi dan propaganda politik. Di antaranya isu komunisme dan rasisme Papua, menyusul gejolak akibat kematian warga kulit hitam George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat.
Baca Juga: Dilaporkan Gubes UII Terkait Tuduhan Makar Jokowi, Bagas Pernah Minta Anies Mundur
"Isu lain yang mereka gunakan adalah potensi krisis ekonomi sebagai dampak inevitable dari pandemi corona. Kelompok ini juga membongkar kembali diskursus soal Pancasila sebagai ideologi negara," ujar Boni, Kamis (4/6/2020).
Apa pun isu yang mereka gunakan, kata Boni, hanyalah instrumen untuk melancarkan serangan-serangan politik dalam rangka mendelegitimasi pemerintahan yang sah saat ini. Boni menilai, kelompok ini tak bisa disebut sebagai "barisan sakit hati" semata karena ini bukan lagi dendam politik semata.
Menurutnya, mereka adalah gabungan kelompok politik yang ingin memenangkan Pemilihan Presiden 2024, kelompok bisnis hitam yang menderita kerugian karena kebijakan pemerintahan Jokowi, ormas keagamaan terlarang, dan barisan oportunis yang haus kekuasaan dan uang.
"Mereka pengacau karena ingin merusak tatanan demokrasi dengan berusaha menjatuhkan pemerintahan sah hasil pemilu demokratis. Mereka juga pengacau karena ingin mempertanyakan kembali Pancasila sebagai ideologi negara," urainya.
Menurutnya, ada niat untuk menuduh Pancasila sebagai bukan ideologi. Mereka juga pemburu rente karena memiliki orientasi mencari keuntungan finansial.
"Ada bandar di balik gerakan mereka, mulai dari bandar menengah sampai bandar papan atas. Bandar menengah misalnya oknum pengusaha pom bensin dan perkebunan, dan bandar papan atas ya tak perlu saya sebutkan di sini," tuturnya.
Boni menyayangkan tokoh agama dan intelektual yang ikut di dalam gerakan itu. "Beliau kan panutan umat, tokoh yang didengar banyak orang. Tak bijak jika ikut berkecimpung memperkeruh kolam yang bersih. Negara ini butuh negarawan dari segala lapisan supaya bisa menjadi bangsa besar. Tokoh agama dan intelektual adalah panutan masyarakat. Maka, harus ada keteladanan moral dalam bertindak dan berbicara di ruang publik," kata mantan inisiator relawan Jokowi tersebut.
Boni juga menyindir para pakar yang menyindir kebijakan pemerintah dengan menimbulkan keresahan-keresahan publik. "Banyak cara kok untuk memberi masukan pada pemerintah tanpa harus membuat gelombang keresahan yang merugikan masa depan bangsa dan negara," lanjut Boni.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum