Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Grab Dinyatakan Bersalah, Pakar: Investor Bisa Hengkang dari RI

        Grab Dinyatakan Bersalah, Pakar: Investor Bisa Hengkang dari RI Kredit Foto: KR Asia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menanggapi putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan Grab bersalah dalam dugaan diskriminasi, manajemen Grab menyesalkan putusan KPPU. Tidak puas dengan putusan tersebut, Grab berencana mengajukan banding.

        Manajemen Grab juga mengatakan, selama persidangan telah memberikan argumentasi dan pembuktian yang kuat serta didukung oleh saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan. Grab menegaskan bahwa sistem pemesanan bersifat adil dan murni berdasarkan kinerja dan prestasi.

        Selain itu, Grab juga memiliki berbagai program manfaat untuk memberikan penghargaan kepada semua mitra pengemudi yang memenuhi syarat dan mendapat penilaian tinggi dari konsumen secara konsisten.

        Baca Juga: Tutup Layanan hingga PHK, Go-Jek Masih Kuat Nafas dari Bisnis Ini

        Sementara itu, Rizal Halim, pakar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, saat diminta tanggapannya terkait putusan tersebut, mengatakan, syarat sebuah negara dapat maju ekonominya adalah kepastian hukum dalam berusaha.

        Dengan kepastian hukum itu, investor tertarik menanamkan modal, pengusaha dapat menyusun rencana bisnis. Sebaliknya, kepastian hukum yang buruk membuat investor hengkang dan usaha menggulirkan roda perekonomian akan terganggu.

        Rizal menyebut Grab sebagai salah satu investor yang telah menjadi penggerak bisnis di Indonesia. Dia menilai putusan KPPU yang memutuskan Grab bersalah dalam dugaan diskriminasi berpotensi meningkatkan ketidakpastian hukum dalam berusaha.

        "Dalam setiap perusahaan, apalagi di sektor jasa, wajar jika ada dorongan berprestasi berupa reward point. Apalagi, Grab sebagai perusahaan teknologi tentu telah menyiapkan sistem penilaian kinerja yang transparan," kata Rizal di Jakarta (7/7/2020).

        Rizal melanjutkan, jika kompetisi berprestasi dinilai sebagai diskriminasi, maka yang terjadi adalah demoralisasi dan demotivasi pekerja. Perusahaan pun akan enggan membuat program-program sejenis yang sejatinya bertujuan meningkatkan pelayanan kepada konsumen.

        Sebelumnya, KPPU menyatakan bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas dugaan diskriminasi terhadap mitra pengemudi mandirinya.

        Dikatakan KPPU, Grab telah memberikan order prioritas kepada mitra pengemudi GrabCar yang berada di bawah naungan TPI. Akibatnya, Grab dinilai telah melakukan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra mandiri selain TPI.

        Baca Juga: Dinilai 'Pilih Kasih' ke Sejumlah Driver, Grab Kena Denda Rp30 M

        Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Grab Indonesia, Hotman Paris Hutapea menyatakan putusan tersebut merupakan preseden buruk bagi citra dunia usaha Indonesia di mata internasional. Menurut Rizal, Bank Dunia setiap tahun mengeluarkan laporan Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business) yang menggambarkan peringkat negara-negara dalam kemudahan berusaha.

        Dalam laporan berjudul Doing Business 2020, Bank Dunia mencatat Indonesia sudah melakukan perbaikan sehingga skornya naik 1,64 poin menjadi 67,69. Namun, peringkatnya tetap sama dengan tahun lalu, di urutan ke-73.

        "Salah satu yang terus disoroti dalam laporan ini adalah kepastian hukum dalam berusaha. Saat ini Indonesia berada di peringkat 73. Jangan sampai ketidakpastian hukum seperti yang tercermin dalam putusan KPPU seperti ini turut membuat peringkat Indonesia mentok atau malah turun," ungkap Rizal.

        Menurut Rizal, seyogyanya KPPU juga melihat efisiensi industri, manfaat ekonomi, dan kualitas pelayanan pelanggan yang didapat dari suatu strategi perusahaan. Putusan itu, sebaliknya, jika semangatnya menghadirkan situasi persaingan yang sehat, namun hasilnya malah berpotensi menghadirkan ketidakpastian hukum dan menekan iklim usaha secara lebih luas.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: