Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Amin Soebandrio: Indonesia Jangan Mau Jadi Kelinci Percobaan

        Amin Soebandrio: Indonesia Jangan Mau Jadi Kelinci Percobaan Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
        Warta Ekonomi -

        Berbagai negara sedang meraba-raba ramuan khusus dalam membuat vaksin Covid-19. Untuk memuluskan hal tersebut, ada negara lain yang berencana menjadikan pasien corona di Indonesia sebagai objek percobaan. Alasannya, karena Indonesia multietnik.

        Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute Prof Amin Soebandrio menolak keras rencana ini. Dia tidak mau masyarakat Indonesia jadi kelinci percobaan.

        Baca Juga: Kabar Baik! Vaksin Corona yang Didanai Bill Gates Manjur!

        Amin mengakui Indonesia memang menarik bagi para pembuat vaksin. Sebab, Indonesia memiliki populasi besar dan multietnik. Ada yang darahnya mongoloid, ada yang dari Eropa, ada yang negroid, dan yang lainnya.

        "Indonesia komplet sebagai laboratorium (percobaan). Mereka sangat mengharapkan dapat jatah dari Indonesia. Karena, kalau di Indonesia sukses, mereka bisa lebih mudah memasarkan di berbagai negara," paparnya.

        Amin menjelaskan, sebagian besar produsen vaksin yang ada di luar negeri berkeinginan masuk ke Indonesia kalau barangnya sudah jadi. Negara luar hanya ingin uji klinik tanpa mengikutsertakan Indonesia dalam pengembangannya. Akhirnya, Indonesia mati kutu.

        "Itu saya keberatan. Kecuali kalau mereka kemudian juga memberikan transfer of technology," tegas Amin.

        Dia pernah mendesak agar pemerintah mampu membuat vaksin made in Indonesia. Sebab, populasi penduduk Indonesia terbanyak keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat. "Singapura paling cukup menyediakan 10 juta. Sedangkan penduduk Indonesia 270 juta. Minimum kita harus menvaksinasi 70 persen dari penduduk kita. Ya, sekitar 175 juta," ungkapnya.

        Dia menilai, 70 persen dari populasi Indonesia sangat menggantungkan vaksin demi kekebalan tubuh. Apalagi jumlah tersebut bisa melindungi warga lainnya dari penularan virus asal Wuhan itu. 

        "Artinya, orang yang belum vaksinasi atau tidak punya kekebalan akan terlindungi, kita sebut sebagai punya kekebalan kelompok. Makanya, sebagian besar orang ingin vaksin cepat ada supaya bisa ke mall dan fitnes lagi," sebut Amin.

        Meski demikian, menurutnya, warga Indonesia harus tetap mencegah supaya tidak ada lagi penularan. Beberapa bulan lalu Amin sempat mengatakan, rumus infeksi adalah dosis dikalikan virulensi (kemampuan menginfeksi) virus, lalu dibagi dengan kekebalan. Dia khawatir bila virus tiba-tiba berubah jadi lebih virulen (menyerang jaringan tubuh), walaupun sampai sekarang belum ada tanda-tanda tersebut. 

        "Kalau kekebalan tinggi, otomatis risikonya kecil. Tapi, kalau kemudian terjadi (menjadi virulen), kita tidak tahu. Mudah-mudahan tidak terjadi. Ataupun tiba-tiba kita mendapatkan dosis yang sangat besar, kemudian menyebabkan infeksi menjadi meningkat," paparnya.

        Dia menerangkan, pembuatan vaksin memerlukan waktu yang cukup lama. Meski Eijkmen pernah mengatakan, Februari-Maret, vaksin sudah ditemukan tapi belum bisa dipasarkan. "Di bulan itu Eijkman baru memberikan bibit vaksin ke Biofarma. Lalu, Biofarma yang akan memproses dan memformulasikan sehingga bisa dipergunakan di manusia," ujarnya.

        Apa cukup sampai di situ? Menurut Amin, masih diperlukan uji klinik terbatas. Kalau hasilnya manjur, baru masuk ke tahap uji klinik lebih luas dan boleh dipasarkan.

        "Makanya, setelah Maret mungkin kita masih akan membutuhkan waktu 6-9 bulan lagi untuk kita bisa memasarkan vaksin," ucapnya.

        Dia mengaku sudah berkonsultasi dengan BPOM untuk memastikan efikasi dan juga keamanannya. Termasuk faktor halal untuk memproduksi vaksin yang tengah diupayakan Eijkman.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: