Kata resesi belakangan ini makin sering kita dengar. Apalagi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II mengalami kontraksi menjadi minus 5,32%.
Pertumbuhan ekonomi minus 5,32% itu merupakan yang terendah sejak triwulan I tahun 1999. Ketika itu, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 6,13%. Lalu muncul kekhawatiran bila kontraksi di kuartal II akan berlanjut di kuartal berikutnya. Bila itu terjadi, Indonesia akan memasuki resesi.
Baca Juga: Negara Resesi, Belanja APBN 2021 Harus Efektif dan Optimal
Seperti diketahui dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Lalu, apa kata ahli perencana keuangan Safir Senduk soal peluang Indonesia masuki resesi? Perlukah masyarakat khawatir dari kondisi resesi yang akan dialami? Berikut petikan wawancara Warta Ekonomi dengan Safir Senduk di Jakarta pada beberapa waktu lalu.
Resesi itu apa?
Resesi itu adalah sebuah kondisi di mana produk domestik bruto turun selama dua kuartal berturut-turut. Jadi, turunnya bisa bermacam penyebab. Kalau kondisi normal, turunnya karena uang beredar. Kalau uang beredar banyak, kita akan termotivasi untuk bisnis atau jual barang. Sebaliknya, kalau kita tahu uang yang beredar di masyarakat sedikit, kiat akan demotivasi.
Jadi, perlu tidak kita khawatir bila Indonesia masuk ke resesi?
Buat saya resesi itu tidak menakutkan. Sepanjang kita masih tetap bisa kerja di luar rumah dan kita bisa cari peluang penghasilan. Jadi, resesi bukan harus kita takutkan. Bahkan, sebenarnya orang yang takut dengan resesi adalah orang yang tidak ngerti. Salah satunya kalangan akar rumput. Dia pikir resesi itu kita jadi orang miskin. Jadi tetap saja bekerja, berbisnis, mencari peluang baru.
Jadi intinya, resesi itu kondisi seperti apa?
Resesi itu kondisi di mana barang dan jasa menurun dan jumlah transaksi menurun. Paling-paling uang beredar di masyarakat menjadi sedikit, peluang-pelung bisnis menjadi sedikit. Bahkan, segala jenis investasi yang keuntungannya berupa harga naik turun seperti saham pasti akan terkapar. Biasanya, kondisi ekonomi seperti ini saham-saham lagi turun.
Bila Indonesia resmi memasuki resesi, apa yang perlu dipersiapkan masyarakat menghadapainya?
Menurut saya, persiapannya bisa dilihat dari dua hal. Pertama, dari sisi negara maupun dari sisi masyarakat. Dari sisi negara, pemerintah harus punya kebijakan bila terjadi penurunan GDP, dalam waktu tiga bulan harus bisa segera bangkit.
Caranya, pengendalian uang beredar di masyarakat. Untuk bisa mengendalikan uang beredar di masyarakat, instrumennya pengendalian suku bunga. Turunkan suku bunga dan orang akan malas naruh uang di bank dan tarik uang dari bank.
Dari sisi masyarakat, harus pintar-pintar cari peluang baru yang bisa dilakukan ketika masa resesi. Contoh seperti kemarin, barang yang menjadi kebutuhan sejuta umat adalah masker, kemudian frozen food. Jadi, masyarakat harus pintar mencari peluang baru yang bisa dilakukan saat resesi.
Ada yang mengatakan resesi itu membuat banyak pengangguran? Anda Setuju?
Bukan resesi yang membuat banyak pengangguran, justru banyak pengangguran merupakan bagian dari kenapa resesi. Jadi, banyak pengangguran salah satu yang mendorong resesi. Jadi, GDP itu turun salah satu dampaknya banyaknya pengangguran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: