Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bahas Utang, Said Didu Disekolahin Jubir Kemenkeu: Ini Datanya..

        Bahas Utang, Said Didu Disekolahin Jubir Kemenkeu: Ini Datanya.. Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Juru bicara Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo membalas cuitan Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, perihal utang negara dan bunganya.

        Sebelumnya, Said Didu memposting cuitan perihal utang, "Perlu diwaspadai adanya mafia utang yang menjebak NKRI, karena selain jumlah yang makin besar, juga bunga makin tinggi. Bunga jauh lebih tinggi dari bunga utang negara lain," cuitnya dalam akun @msaid_didu.

        Baca Juga: Soal Gunung Utang, Said Didu: Waspada Mafia

        Baca Juga: Premium Mau Dihapus, Said Didu Curiga Bos Pertamina Mau Jual...

        Balasa Yustinus melalui akun Twitternya, @prastow, "Menurut saya ini tidak fair dan cenderung fitnah karena menuduh ada mafia utang dan bilang bunga utang makin tinggi. Ditambahi: lebih tinggi dibanding bunga utang negara lain. Hebatnya: tanpa data dan fakta!" balasnya seperti dikutip, Kamis (3/9/2020).

        Tak hanya itu, Jubir Kemenkeu melanjutkan bantahannya dengan membeberkan data besaran bunga utang hingga posisi utang Indonesia di kolom komentar postingannya.

        Ia menegaskan besaran yield LC Government Bonds atau Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun mencapai 6,85 persen (year to date/ytd) per September 2020. Atau, angka ini tidak lebih tinggi dibanding dua negara tetangga, yakni Afrika Selatan sebesar 9,27 persen, dan Brazil 7,17 persen.

        "Benarkah bunga utang kita makin tinggi? Om @msaid_didu tidak memberikan data. Kalau hanya pernyataan tanpa bukti ya suudzon dong Pak. Silahkan lihat grafik yield SBN 10 tahun ini, (yang) merah (artinya) Indonesia. Cenderung turun kan? Dibanding peer countries, kita lebih rendah dari Afsel dan Brazil," ungkapnya,

        Lebih lanjut, ia pun menunjukan data perkemabangan indikator  keuangan yang diberi judul membaik. Di mana di dalamnya terdapat bunga utang atau Yield SUN yang turun menjadi -4,99 persen, serta Yield Asing yang juga turun menjadi -27,2 persen.

        "Biar jelas silakan disimak grafik di bawah ini. Yield Indonesia turun (hijau), kepemilikan asing juga turun, aliran modal masuk mulai naik. Ada kepercayaan pasar dan pengelolaan kebijakan moneter dan fiskal yang hati-hati dan terukur. Betul kan Om @msaid_didu?" paparnya.

        Tambahnya, ia menyajikan data komposisi utang pemerintah yang diklaim terjaga di tengah pandemik Covid-19. Dalam grafik tersebut disebutkan posisi utang per akhir Juli 2020 mencapai Rp5.434,86 triliun, dengan rincian 84,57 persen bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) dan 15,43 persen dari pinjaman.

        Dari rincian SBN yang sebesar Rp4.596,26 triliun diperoleh dari dua sumber pendanaan. Pertama dari domestik sebesar Rp3.351,13 triliun yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp2.718,09 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp633,04 triliun.

        Sementara untuk sumber kesua SBN diperoleh dari valas yang totalnya Rp1.245,13 triliun, dengan rincian SUN Rp 985,77 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp259,36 triliun. Komposisi besaran utang negara ini, menurut Yustinus masih dalam takaran aman. Karena rasio utang terhadap Produk Domestik Brutonya (Debt to GDP) sebesar 33,63 persen.

        "Demi transparansi dan akuntabilitas, silakan cek perkembangan utang Indonesia. Memang jumlah utang naik, kan sudah jelas karena defisit fiskal naik untuk membiayai pandemi. Rasionya otomatis naik, tapi semua masih terjaga di level aman," tuturnya.

        "Lalu bagaimana dengan perbandingan? Silahkan saja bandingkan dengan negara manapun, asal parameternya sesuai untuk membandingkan. Bagaimana ukuran ekonomi negara tersebut, rating utang, suku bunga bank, tingkat inflasi dan lain-lain. Bagus jika didiskusikan lebih dalam ya Om @msaid_didu," tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: