Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bodetabek PSBB Total Lagi Dong, Buang Ego, Pikirkan Nyawa Semua Warga

        Bodetabek PSBB Total Lagi Dong, Buang Ego, Pikirkan Nyawa Semua Warga Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi -

        Pemerintah Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) diharapkan mengekor kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total. Hal itu dinilai sangat dibutuhkan untuk mengerem penyebaran Virus Corona mengingat semua daerah itu penyangga Ibu Kota.

        Warga mempertanyakan, ke­napa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) belum ada yang menyampaikan, ingin me­nerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total. ‘’Buang ego masing­-masing deh, pikirkan nyawa semua warga. Ikuti saja jejak DKI yang menerapkan PSBB total, mulai Senin (14/9),’’ saran David, war­ga Kota Bekasi, kemarin. Baca Juga: Bu Menkeu Bicara Dampak PSBB: Luar Biasa Serius, Terus PSBB Total Ide Anies Besok?

        Menurut David, warga Ja­karta dan Bodetabek itu sudah berbaur. Sebab, sebagian besar warga Bodetabek itu bekerja di Jakarta. Jika tidak diseragamkan kebijakannya, tentu sulit mere­dam penyebaran Virus Corona atau Covid-­19 di Jabodetabek.

        ‘’Utamakan kesehatan dan nyawa semua warga daripada hal­-hal lainnya. Makanya, Kepala Daerah Bodetabek itu terapkan PSBB total dong,’’ harapnya. Baca Juga: PSBB Total Ala Anies Gak Cocok Tekan Covid, Pak Jokowi: PSBM yang Efektif

        Sejumlah pakar epidemiologi juga berpendapat sama. PSBB total di Jakarta tidak akan ber­hasil bila tidak diikuti kebijakan serupa dari Bodetabek.

        ‘’Peran daerah penyangga amat penting untuk mencegah penye­baran Virus Corona yang kian meluas di Jakarta. Semestinya menerapkan PSBB total juga,’’ kata Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Syah­rizal Syarif, di Jakarta, kemarin.

        Soalnya, lanjut Syahrizal, kalau tidak seragam kebijakan­nya, tentu menghambat upaya memberantas virus mematikan tersebut.

        Menurutnya, jika tidak segera dikendalikan dengan pembatasan warga, kasus Covid-­19 bisa tak terbendung, sehingga bisa ke­walahan pelayanan kesehatan di rumah sakit rujukan.

        Penduduk Jakarta, lanjut Syahrizal, terbagi dua, pagi dan malam. Yang pagi, hampir 50 persen berasal dari Bodetabek. artinya, tidak bisa memisah­kan Jakarta dengan kota­kota satelitnya.

        Selain itu, pemkot Bodetabek juga harus tegas mengawasi masyarakat yang tidak mene­rapkan protokol kesehatan. Sanksinya jangan tebang pilih.

        Menurutnya, setidaknya mini­mal 90 persen warga yang keluyuran di luar rumah, wajib pakai masker, untuk meminimalisir penyebaran virus.

        Selain itu, dia meminta peran RT, RW, maupun kelurahan un­tuk ditingkatkan. Terutama di perkampungan padat penduduk. Selain itu, wajib ada tenaga kesehatan di lingkungan terkecil yang keliling ke rumah­-rumah mengecek kesehatan warga. “Lacak, testing semua warga yang bergejala,” tandasnya.

        Hal senada disampaikan Pa­kar Epidemiologi dari Univer­ sitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Dia menyarankan, wilayah penyangga DKI Jakarta ikut menjalankan pembatasan total. Karena, mobilitas yang terjadi di Jakarta paling banyak disumbang oleh pekerja yang berdomisili di kota satelit.

        “Harus serempak, supaya satu aturan. Ini akan menguntungkan semua wilayah. Justru jika ber­beda, daerah penyangga akan kena imbasnya. Perlu diingat, saat ini sudah hampir 80 persen kapasitas rumah sakit yang ter­pakai untuk menangani pasien Covid­-19,” tandasnya.

        Epidemiolog dari UI lainnya, Pandu Riono menilai, setidaknya butuh lebih dari 85 persen warga di Ibu Kota Jakarta patuh terhadap protokol kesehatan jika ingin menekan angka penularan Covid­-19. Angka kepatuhan warga di wilayah DKI Jakarta saat ini diperkirakan masih di bawah 50 persen. Kemudian, angka kepatuhan secara nasional jauh lebih rendah.

        Artinya, lanjut Pandu, PSBB ini mestinya harus berlaku nasional. Berdasarkan datanya, Pan­du menyebut, puncak pandemi Covid­-19 di Indonesia belum terlihat hingga akhir 2020. Ini ter­jadi salah satunya akibat tidak ada kebijakan penguncian wilayah.

        “PSBB ketat secara nasional, agar penyebaran Covid-­19 tidak menjalar dari wilayah satu ke wilayah lain. Saya tidak ngomong berdasarkan apa yang di pikiran saya. Saya menceritakan data yang saya analisis, bahwa ini gawat,” tandasnya.

        Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya menarik rem darurat dengan menerapkan kembali PSBB seperti awal pandemi Covid­-19, mulai Senin (14/9) mendatang.

        Hampir seluruh aktivitas warga Jakarta akan dibatasi. Bahkan, Anies menyebut, PSBB kali ini akan lebih total dari PSBB awal.

        Dia menyebutkan, butuh kerja sama wilayah penyangga untuk membatasi pergerakan warga keluar masuk Ibu Kota Jakarta. “Ini agak berbeda dengan kondisi pada April yang belum siap aturannya, masih menyiapkan regulasi penegakannya. Sekarang seluruh aturan penegakannya sudah ada. Bersama TNI dan Kepolisian, kita akan sama­sama mengawasi dan memastikan bahwa kedisiplinan ditegakkan,” terangnya.

        Bekasi Belum Mau Meniru

        Pemkot Bekasi sejauh ini belum mau meniru keputusan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menerapkan PSBB total mulai Senin (14/9) mendatang.

        Wali Kota Bekasi, Rahmat Ef­fendi menyatakan, setiap daerah punya cara penanganan Covid­-19 sesuai fasilitas penunjang masing-­masing. Mulai tenaga medis, infrastruktur serta sarana dan prasarana kesehatan.

        “Tentunya tidak sama dengan DKI Jakarta. Kelengkapan forum koordinasi pimpinan daerah serta kelengkapan organisasi masyarakat juga berbeda. Saat ini Pemkot Bekasi melakukan seperti tes cepat, tes usap dan juga pemberlakuan RW siaga. Di DKI, kan tidak menetapkan RW siaga, tapi pakai istilah karantina wilayah terbatas,” terang Pepen, panggilan akrab Rahmat Ef­fendi, di Markas Polres Metro Bekasi Kota, Bekasi.

        Dia mengakui telah berkoor­dinasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Anies, dan kepala daerah pe­nyangga Ibu Kota Jakarta lain­nya. Menurut Pepen, pihaknya masih perlu meninjau hasil evaluasi penanganan Covid-­19 di Bekasi. Setelah itu membawa hasilnya ke rapat Forum Komu­nikasi Pimpinan Daerah.

        Tangsel Belum Memutuskan

        Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) juga belum memutus­kan akan mengikuti Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB total.

        Wakil Wali Kota Tangsel, Be­nyamin Davnie menyebutkan, Tangsel masih berstatus zona ora­nye. Penyebaran Covid­-19 diklaim masih terkendali. Meskipun ber­ada berdekatan dengan zona me­rah, DKI Jakarta, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.

        “Untuk PSBB di Tangsel su­dah diatur dalam Peraturan Wali Kota. Memang tidak seketat di DKI. Masih bisa dikendalikan,” ujar Benyamin.

        Meski begitu, Benyamin men­dukung langkah gubernur anies demi menekan laju penularan Covid­-19 di Ibu Kota Jakarta. Memang harus dilakukan upaya tegas dan ketat.

        “Keputusan DKI Jakarta juga akan berdampak baik terhadap wilayah lain di Jabodetabek, ter­masuk Tangsel. Sebab, mobilitas masyarakat Tangsel juga banyak ke DKI, sehingga pengetatan tersebut akan berdampak pula untuk Tangsel,” terangnya.

        Bogor Nunggu Perkembangan 

        Pemkot Bogor juga memiliki jawaban sama dengan Bekasi dan Tangsel. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyatakan, hingga kini Pemkot Bogor belum bisa memutuskan mengikuti DKI Jakarta yang menerapkan PSBB total.

        Pemkot Bogor masih nunggu hasil perkembangan terbaru status zona kota atau kabupaten se-Indonesia pada Minggu malam. “Gubernur Anies memang menyampaikan bahwa Jakarta darurat, jadi harus diselaraskan,’’ ujar Bima.

        Namun, lanjutnya, masih me­rasa perlu untuk dimatangkan lagi, termasuk dengan pemer­intah pusat. Setelah itu, akan diambil keputusan atau kebijakan langkah-­langkah ke depan.

        ‘’Senin (14/9) kami akan ra­patkan lagi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah. Jadi, kalau pertanyaannya Bodebek mengikuti Jakarta? Jakarta sen­diri masih harus dimatangkan dulu,” tandasnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: