- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Penyebab Harga BBM Tak Turun Terbongkar, PKS Desak BPK dan KPK Kuliti Pertamina
Setelah hampir tiga bulan berlalu, baru sekarang diketahui penyebab harga BBM tetap tinggi meskipun harga minyak dunia anjlok di bawah US$20 atau sekira Rp296.706 per barel. Penyebabnya karena Pertamina tidak membeli minyak mentah ke produsen minyak dunia melainkan ke perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas.
Pertamina berdalih keputusan itu diambil berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Dalam Permen tersebut diatur kewajiban Pertamina untuk membeli BBM mentah dalam negeri. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Permen menyebut (1) PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mengutamakan pasokan Minyak Bumi yang berasal dari dalam negeri.
Baca Juga: Teriak-teriak Buka Borok Pertamina, Cuma Intrik Politik Ahok!
Baca Juga: Hobinya Ngutang Terus, Astaga 2 Tahun Lagi Pertamina Bakal Kena Batunya, Bangkrut?
Sementara pada ayat (2) dijelaskan PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mencari pasokan Minyak Bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor Minyak Bumi.
Menanggapi hal tersebut anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan Pertamina terlalu berlebihan menafsirkan isi ketentuan Permen 42/2018. Meskipun dalam Permen diamanatkan pembelian minyak mentah dari perusahaan dalam negeri bukan berarti Pertamina tidak dapat menegosiasikan sesuai mekanisme bisnis, terkait jumlah dan harga pembelian. Sebab selisih harga minyak dunia saat itu sangat besar.
Mulyanto menambahkan dalam Pasal 4 Permen ESDM tersebut juga diatur ketentuan soal negosiasi ini. Menurut Wakil Ketua FPKS DPR RI, Permen itu dibuat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan alat mendapat keuntungan bagi kelompok tertentu.
"Padahal kalau membeli BBM secara global, yang harganya tengah merosot tajam, Pertamina dapat memeroleh margin yang jauh lebih baik. Bahkan harga BBM domestik juga dapat diturunkan mengikuti perkembangan harga global. Kalau ini dilakukan, akan menguntungkan masyarakat, di samping Pertamina juga dapat menekan kerugian di semester satu 2020 yang mencapai Rp11 triliun," jelas Mulyanto dalam siaran persnya (22/9/2020).
Mulyanto menyayangkan sikap Pertamina yang terlalu kaku memahami Permen 42/2018. Mulyanto menduga ada pihak tertentu yang memanfaatkan celah hukum ini untuk mendapatkan keuntungan. Untuk itu Mulyanto minta BPK dan KPK turun tangan memeriksa Pertamina agar diketahui aliran transaksi pembelian BBM tersebut.
"Kita perlu tahu, BBM mentah domestik yang wajib dibeli oleh Pertamina dengan harga tinggi tersebut apakah BBM bagian pemerintah dari kerja sama dengan KKKS Migas atau bukan? Kalau BBM yang dimaksud bagian dari pemerintah, mungkin kita masih maklum karena uang tetap akan mengalir ke kas negara. Namun bila Pertamina membeli BBM mentah domestik milik swasta, ini patut dipertanyakan," tegas mantan Irjen Kementan ini.
Lanjutnya, "Jika Permen ESDM di atas dibaca dengan cermat, kewajiban Pertamina untuk membeli BBM milik KKKS swasta. Ini sama saja meminta rakyat saweran untuk menyubsidi KKKS agar tidak ambruk. Mengalirnya uang rakyat secara merugikan seperti ini jelas tidak sesuai dengan pengelolaan keuangan negara. Karenanya BPK dan KPK untuk melaksanakan audit secara khusus terhadap masalah ini. Agar jelas duduk perkaranya."
Menurut Mulyanto, kesalahan tafsir Permen ESDM 42/2018 oleh entitas bisnis sebesar Pertamina terkesan mengada-ada.
"Jangan-jangan yang terjadi di lapangan memang ada tekanan yang mewajibkan Pertamina untuk membeli BBM mentah domestik bagian KKKS swasta tersebut. Karenanya wajar saja kalau keuangan Pertamina berdarah-darah dan masyarakat tidak memeroleh BBM dengan harga murah sesuai harga global yang sedang anjlok," katanya.
"Bisa jadi ini akan masuk dalam kasus abuse of power, yang mengakibatkan kerugian negara. Kalau ini terjadi, saya mendesak KPK berkepentingan untuk pro-aktif menyelidiki," tandas Mulyanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: