Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        MIKTI Rilis Digital Incubator Playbook, Menristek Bilang....

        MIKTI Rilis Digital Incubator Playbook, Menristek Bilang.... Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Komunitas Industri Kreatif Digital Indonesia (MIKTI) meluncurkan Digital Incubator Playbook. Peluncuran buku yang terdiri atas 6 Bab dan 221 halaman ini dihadiri oleh 80 peserta daring dan dibuka langsung oleh Menristek, Bambang P.S. Brojonegoro, Selasa, (1/12) lalu.

        Menristek, Bambang Brojonegoro menjelaskan buku ini bisa menjadi manual bagi para inkubator di Indonesia yang saat ini perannya sangat dibutuhkan untuk mendukung dan menumbuhkembangkan kewirausahaan dalam bentuk start-up di Indonesia. 

        Baca Juga: Kemenristek Sambut Positif Inovasi Produk Air Purifier Milik SCNP

        "Peluang ekosistem start-up di dunia mencapai USD 3 triliun," katanya.

        Jakarta termasuk ranking 2 emerging ekosistem di dunia, lebih baik dibanding Kualalumpur, Manila, dan Bangkok, tetapi belum diimbangi dengan jumlah wirausaha di Indonesian yang saat ini baru mencapai 3% dari jumlah penduduk. 

        Lebih banyak warga Indonesia yang lebih memilih menjadi pekerja dibanding berwirausaha. Mindset inilah yang harus diubah. Di sinilah inkubator berperan. Inkubator harus mampu membimbing dan memberi pemahaman sehingga kewirausahaan di Indonesia dapat menjadi arus utama. 

        Menurutnya, Start-up harus didefinisikan sebagai kewirausahaan berbasis terknologi. Meski demikian, sama seperti perusahaan lainnya, start-up tidak bisa imun terhadap pandemi Covid-19. Salah satu dampaknya adalah proses pendanaan melambat bahkan dibatalkan atau tidak direspons oleh investor. Akibatnya, terjadi pemutusan kerja. 

        Berbeda dengan persaingan perusahan konvensional, di lingkaran start-up berlaku the winner wins all. Artinya, pemenang akan meraup sebagian besar pasar dan hanya menyisakan sedikit sehingga banyak start-up lain yang tidak bisa lanjut karena kalah bersaing. 

        "Ke depan kita berharap pembangunan ekonomi itu berasal dari start-up yang berinovasi, bukan dari perusahaan konsesi," ujarnya.

        Adapun Ketua Umum MIKTI, Joddy Hernandy menjelaskan Digital Incubator Playbook merupakan buku yang berisi panduan bagi inkubator bisnis digital di Indonesia, mulai dari merancang, mengelola, hingga mengevaluasi seluruh proses bisnis dalam inkubator. Buku ini merupakan ekstraksi pengetahuan dan pengalaman pengelolaan inkubator bisnis digital MIKTI yang dilengkapi dengan perspektif dari berbagai pihak lainnya

        "Buku ini diharapkan dapat menjadi pengatahuan dan pengalaman yang dapat dimanfaatkan oleh pihak lain yang akan menyelenggarakan program inkubasi di bidang digital. Dengan demikian, dapat memunculkan start-up berkualitas, bahkan unicorn," jelasnya kepada wartawan, Kamis (3/12/2020).

        Pada dasarnya, MIKTI membuka kerja sama dengan berbagai pihak, mengingat tujuan MIKTI adalah membantu Indonesia untuk lebih maju dan berdaya saing dengan telnologi yang ada saat ini. Adapun visi MIKTI adalah membangun ekosistem yang berkelanjutan.

        Adapun, Ketua Tim Penulis Digital Incubator Play, Indra Purnama mengatakan latar belakang penulisan buku ini adalah pemahaman bahwa Indonesia telah menjadi pasar untuk produk digital.

        "Kami harap peluang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh start-up Indonesia. Dalam hal ini, inkubator atau inkubasi bisnis merupakan pendekatan yang paling tepat dan paling sistematis untuk menumbuhkembangkan start-up,"ungkapnya

        Sayangnya, jumlah inkubator di Indonesia masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan peluang dan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, MIKTI meluncurkan Digital Incubator Playbook yangi berisi pengetahuan dan pengalaman MIKTI selama mengelola dan memgembangkan inkubator.

        "Buku ini kami harapkan bermanfaat bagi lembaga penyelenggara inkubator maupun startup/inovator," ujarnya.

        Bagi inkubator, buku ini dapat dijadikan pijakan untuk memetakan kembali layanan dan bimbingan yang diberikan pada start-up agar mereka dapat berkembang, melalui framework baru, yang terdiri atas 4 lapisan, yaitu outcome (hasil akhir yang diharapkan oleh pemiliki inkubator), output (inovasi model bisnis, inovasi teknologi dan pemecahan permasalahan di masyarakat), process (program inkubasi, pendanaan dan sinergi ekosistem), dan people (pengelola dan peserta program inkubasi).

        "Sementara bagi start-up, buku ini membantu memahami faktor risiko yang mereka hadapi," tambahnya.

        Buku ini mengulas informasi dan pengetahuan dasar mengenai inkubator bisnis digital serta praktik terbaik dalam pengelolaannya. Buku ini juga dilengkapi oleh sejumlah lembar kerja (exercises) yang memudahkan pembaca untuk mengimplementasikan materi yang disajikan. 

        Inkubator tidak boleh meninabobokan start-up dengan memberikan harapan bahwa pasti berhasil. Sebaliknya, lebih baik berpahit-pahit dahulu agar start-up siap menghadapi persaingan yang sesungguhnya. 

        Sementara itu, penulis Digital Incubator Playbook, Dina Dellyana menyebutkan buku ini tidak bermaksud mengajari, tetapi lebih kepada mengumpulkan best practices dari ekosistem.

        "Kami lebih menempatkan diri sebagai support system yang membantu teman-teman start-up.  Pada dasarnya, buku ini memang lebih difokuskan pada digital start-up," katanya.

        Ketua AIBI, Asril Fitri Syamas menambahkan Digital Incubator Playbook akan memperkaya khazanah dan melengkapi keberadaan para inkubator. Ini merupakan guidance book yang berisikan best practice of business incubation yang perlu menjadi referensi bagi pengelola IBT. 

        "Saya kira ini menjadi management tools dan menjadi bagian dari knowledge pengelola inkubator dalam rangka meningkatkan kapasitas kemampuannya melahirkan wirausaha baru berbasis teknologi," imbuhnya.

        Pada dasarnya, start-up tidak bisa berjalan sendiri. Saat ini 70-80 inkubator ada di perguruan tinggi. Mayoritas inkubator saat ini bersifat nonprofit, tapi harus melahirkan perusahaan yang berorientasi pada profit. Oleh karena itu, harus dibangun budaya inkubator yang baik dan perlu adanya regulasi dari pemerintah. Contoh Cina yang pemerintahnya mempunyai peran penting dalam pembinaan start-up melalui inkubator.

        Yang difokuskan oleh inkubator adalah  pengelolaan risiko kegagalan dari start-up, seperti dukungan yang kurang, pengalaman yang kurang, permodalan, akses pasar, dan akses teknologi. 

        Intinya, inkubator merupakan proses pembinaan, pendampingan, mentoring, coaching, dan pengembangan start-up. Untuk memperoleh itu semua, perlu dukungan infrastuktur, seperti kantor dan ruang kerja tenant, internet, ruang rapat, ruang pelatihan, dan lainnya. 

        Jika inkubator tidak memiliki kapasitas mentoring dan coaching yang kuat, maka start-up, sebagai bayi yang dirawat, akan memiliki risiko tinggi untuk gagal dan kecil kemungkinan untuk sukses. Proses pendampingan, mentoring, dan coaching ini hampir menempati 60 persen dari keberhasilan proses inkubasi. Sedangkan yang virtual akan menjadi pelengkap untuk mempercepat peningkatan keberhasilan dan lebih mengefisienkan proses karena tidak semua start-up mempunyai jaringan terhadap mentoring. Keberadan management tools bagi para start-up di masa pandemi ini sangat penting karena memang mengharuskan dilakukan secara virtual.

        "Saya harap Digital Incubator Playbook ini dapat memenuhi harapan pemerintah dalam pengelolaan inkubator dan harapan masyarakat untuk membangun ekonomi melalui proses inkubasi," ungkapnya. 

        William Gozali, Direktur Investasi BRI Venture mengatakan Ekosistem start-up di Indonesia sudah berkembang karena mereka sudah mulai berdiri selama sepuluh tahun. Jumlah kewirausahaannya sudah hampir full, bahkan sudah ada yang diakuisisi. Jumlah pendanaan juga semakin banyak hingga mencapai 10 juta dolar karena minat investor juga meningkat. 

        Dilihat dari sisi venture capital peluang start-up sudah mulai riel. Area pertumbuhnnya bagus di luar pertumbuhan finansial dan teknologi (fintech) karena kami mencari high growth sector. 

        "Kami melihat sektor  edukasi, agrikultural, retail, transportation, health (EARTH) sangat bagus sehingga kami ingin memunculkan enterpreneur bukan hanya di Jakarta melainkan juga di daerah yang memiliki kearifan lokal masing-masing agar mereka bertumbuh. Aliran cashflow yang menarik dari start-up menjadi peluang bagi kami,"

        Bagi inkubator, start-up, atau khalayak yang memerlukan buku ini, versi preview dapat diunduh via website mikti.id, sedangkan full version dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan ke e-mail info@mikti.id. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: