Laskar FPI Didor Mati, Amien Rais Desak Jokowi Bentuk Tim Forensik Independen
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Amien Rais, mengingatkan tidak ada kekuasaan yang abadi. Hal itu dikatakan dia untuk merespons aksi tembak mati enam orang laskar pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) oleh polisi.
Amien Rais meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim forensik independen untuk mengusut tuntas kematian enam laskar Front Pembela Islam (FPI) itu. Hal tersebut dirasa sangat penting untuk mencegah timbulnya huru-hara yang tidak diinginkan oleh semua pihak.
"Saya ingin mengatakan Pak Jokowi, Pak Jokowi, Pak Jokowi, Anda Presiden bangsa Indonesia, bukan Presiden sebagian rakyat Indonesia, jadi tolong sebelum sesuatu menjadi multitafsir dan menibukan huru-hara, barangkali yang tidak kita inginkan semuanya, jadi Anda sangat mudah dengan wewenang Anda membentuk tim forensik independen," ucapnya sebagaimana dilihat dari YouTube Amien Rais Official, Jumat (11/12/2020).
Baca Juga: 6 Laskar FPI Tewas, Amien ke Jokowi: Power Punya Limit, Anda Akan Jadi Powerless Man, Bro
Amien Rais juga meyakini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dapat independen dalam pengusutan kasus ini. Menurut dia, peristiwa tersebut harus benar-benar diselesaikan agar ke depannya tidak terjadi hal serupa. Dalam konteks ini, pendiri Partai Ummat itu juga mengingatkan bahwa kekuasaan tidak ada yang abadi.
"Yang jelas tanpa ini diselesaikan maka akan terjadi pengulangan, and again, and again, and again, sampai kapan? Dan jangan lupa saudaraku, terutama para penguasa, kekuasaan itu ada limitnya, ada ajalnya, saya enggak pernah bosan supaya Anda ingat," tukasnya.
"Power itu punya limit. Begitu limit terlampaui, Anda akan jadi powerless man, bro, kata anak-anak muda sekarang ini, dan Anda akan dalam mahkamah sejarah tidak akan bisa diampuni. tolong diperhatikan," tuturnya.
Amien juga mengajak semua pihak untuk tidak diam seribu bahasa melihat sebuah kejahatan. Sebab, mendiamkan kejahatan sesungguhnya sebuah kejahatan itu sendiri.
"Bahkan kalau di dunia barat ada kata-kata silence is a violence. Berdiam diri membisu itu sebuah kekerasan, kezaliman juga. Jadi tolong kita bersama-sama kita angkat bangsa ini supaya tak jatuh terperosok kepada kezaliman yang tak punya masa depan," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, enam orang laskar pengawal Habib Rizieq ditembak mati aparat di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) saat sedang mengawal Imam Besar FPI itu.
Aparat berdalih para laskar menyerang petugas lebih dulu sehingga terpaksa dilakukan tindakan tegas terukur berupa penembakkan. Polisi juga menyita sejumlah senjata api (senpi) dan senjata tajam (sajam) dari mereka.
Namun, narasi yang dikembangkan polisi dibantah mentah-mentah oleh FPI. Organisasi besutan Habib Rizieq itu menegaskan anggotanya tidak melakukan serangan kepada petugas.
Baca Juga: Rizieq Shihab Tersangka, Reaksi Ustaz Abdul Somad Jleb, Menohok Banyak Pihak
Menurut FPI, iring-iringan mobil Habib Rizieq justru dikacaukan oleh sekelompok orang yang belakangan diketahui sebagai polisi. FPI menyebut telah 'dikuntit' sejak awal perjalanan.
Karena aksi penguntitan itu, laskar pengawal Habib Rizieq menghalau manuver mobil yang dikendarai polisi. Selanjutnya, aksi penembakan itu diduga terjadi.
FPI juga menegaskan tidak membekali anggotanya dengan senpi ataupun sajam. Karena itu, FPI menganggap tidak ada insiden 'tembak-menembak' sebagaimana dinarasikan polisi.
Tak berselang lama dari kejadian itu, kepolisian menetapkan enam orang elite FPI sebagai tersangka kasus kerumunan. Keenamnya yakni Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab, ketua panitia acara Haris Ubaidillah (HU) dan Sekretaris Panitia Ali Bin Alwi Alatas (A).
Kemudian, polisi juga menetapkan tersangka kepada penanggung jawab acara yang juga Panglima LPI Maman Suryadi (MS), penanggung jawab acara yang juga Ketum FPI Shabri Lubis (SL), dan kepala seksi acara Habib Idrus (HI).
Selain pelanggaran UU Karantina Kesehatan, Habib Rizieq dijerat dengan Pasal 160 KUHP terkait penghasutan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan Pasal 216 KUHP. Sementara itu, kelima tersangka lainnya dijerat Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti