Penemuan Drone bawah laut milik militer China di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan tidak bisa dianggap enteng. Apalagi, ini sudah tiga kali Drone China itu, masuk wilayah NKRI. Beranikah pemerintah omelin China yang digdaya secara militer dan berkuasa secara ekonomi?
Drone bawah laut atau Unmanned Underwater Vehicle (UUV), ditemukan nelayan di perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, 20 Desember lalu. 6 hari kemudian, temuan itu diserahkan ke kepolisian.
Polisi lalu mengoper temuan itu ke pangkalan TNI Angkatan Laut di Makassar untuk diselidiki. Belakangan, Drone mirip rudal dengan panjang 225 centimeter itu diketahui sudah dipindahkan ke pangkalan Armada Timur TNI AL di Surabaya, Jawa Timur.
Baca Juga: Drone Milik China Berputar-putar di Perairan Sulawesi, DPR Langsung...
Selain Drone ini, ada dua Drone milik China yang masuk wilayah NKRI. Pertama, varian lain dari Sea Wing UUV ditemukan oleh nelayan Indonesia di Kepulauan Riau, Maret 2019. Kedua, Drone yang sama juga ditemukan di perairan Sumenep, Jawa Timur, Januari 2020.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Teuku Faizasyah mengaku pihaknya masih menunggu hasil investigasi TNI Angkatan Laut. Sebab, sebelum mengambil langkah diplomatik, pihaknya harus memastikan terlebih dahulu apakah Drone bawah laut tersebut benar milik China atau bukan.
“Saya tidak bisa menduga-duga ya. Kita harus memastikan hasil investigasi dari TNI AL seperti apa,” kata Teuku Faizasyah, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Senada, Jubir Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi juga belum dapat memastikan respons apa yang akan diambil pemerintah pasca-temuan Drone tersebut.
“Kita tunggu saja hasil pemeriksaan oleh TNI-AL,” kata Jodi, yang dikonfirmasi, tadi malam.
Sementara itu, desakan agar pemerintah bersikap tegas terhadap China terus digaungkan. Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin meminta pemerintah, khususnya TNI Angkatan Laut (AL) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla), perkuat keamanan bawah laut Indonesia.
Aziz menduga, Drone China itu dilengkapi banyak sensor serta transmitter jarak jauh. “Tentunya ini menjadi perhatian khusus dan sangat berbahaya bagi keamanan NKRI. Hal seperti ini perlu ditangani dengan serius dengan memodernisasi peralatan kontra-surveillance,” kata Azis.
Politisi Golkar itu meminta Kementerian Luar Negeri tegas menyampaikan nota diplomatik dengan mengirimkan surat protes kepada China. Jangan sampai, Drone itu sudah mengirimkan data dari beberapa hasil temuan di perairan Indonesia.
Desakan juga disuarakan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Bobby Adhityo. Menurutnya, pemerintah harus protes ke China. “Jangan sampai insiden intelijen Jerman yang belum lama ini terulang kembali,” ujarnya.
Mantan anggota Komisi I DPR, Roy Suryo juga ikutan bersuara. Lewat akun Twitternya, pakar telematika ini menganggap, kasus Drone ini sudah menjadi ancaman yang serius.
“Tweeps, ini sudah ancaman serius, drone bawah laut atau UUV (Unmanned underwater vehicle) Chinese Sea Wing (Haiyi) di Perairan Selayar, Sulsel, harus disikapi tegas Pemerintah. Dalam catatan saya, sudah 3 (tiga) kali: 2019 di Pulau Dekat Laut Cina Selatan dan Januari 2020 di Jawa Timur,” cuit Roy kemarin.
Pengamat intelijen dan militer, Susaningtyas Kertopati menjelaskan, Drone tersebut berlabel Shenyang Institute of Automation Chinese Academy of Sciences. Artinya, Drone tersebut dirancang untuk mendeteksi kapal-kapal selam non-China dan merekam semua kapal-kapal yang beroperasi di perairan Asia Tenggara dan Laut China Selatan.
“Penemuan UUV ini juga menunjukkan bukti bahwa perairan Indonesia menjadi spill over adu kekuatan militer antara China dan Amerika Serikat berikut sekutunya,” terang Nuning, sapaan akrabnya kemarin.
Menurutnya, UUV ini masuk ke dalam kategori platform penelitian bawah laut. Namun, tidak menutup kemungkinan China atau negara lainnya sudah meluncurkan USSV (Unmanned Sub-Surface Vehicle) yang sudah membawa persenjataan. USSV ini lebih berbahaya daripada UUV.
“Semua UUV yang ditemukan dalam kondisi malfunction dan bukan expired. Artinya ada kendala teknis internal di dalam sistemnya. Dari analisa awal, ketiga UUV diperkirakan sudah memiliki jam selam lebih dari 25.000 atau mendekati tiga tahun. Kemungkinan besar UUV tersebut diluncurkan November 2017,” analisa Nuning.
Baca Juga: Apa Sih Isi Kandungan Vaksin Sinovac dari China?
Mantan anggota Komisi I DPR ini menyarankan pemerintah menetapkan langkah-langkah strategis untuk menghadapi penemuan UUV di perairan Indonesia. Pertama, perlu segera ditetapkan peraturan penggunaan semua jenis Unmanned System di wilayah Indonesia, baik UAV di udara, USV di permukaan laut, maupun UUV di bawa permukaan laut.
“Sejalan dengan itu, juga dibutuhkan peraturan pemerintah yang menentukan tata cara menghadapi illegal research di perairan Indonesia. Mulai dari perairan Kepulauan hingga Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE),” ucapnya.
Kedua, Kemenhan dapat mengajak Kementerian Perhubungan untuk segera memasang Underwater Detection Device (UDD) di seluruh Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan semua selat strategis untuk memantau semua lalu lintas bawah laut. Utamanya di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: