Akhir Desember 2020, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengungkapkan partainya bakal mengusung kader internal untuk maju di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Mungkinkah?
Sebenarnya, apa yang disampaikan Syaikhu bukan hal baru. Pada Januari 2018, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengungkapkan bahwa partainya mengutamakan kader sendiri untuk diusung di Pilpres 2019. Bahkan, PKS ketika di bawah kepemimpinan sebelumnya, Mohamad Sohibul Iman pernah melakukan penjaringan bakal calon untuk diusung di Pilpres 2019.
Baca Juga: Elektabilitasnya OK Capresnya KO, PKS Segeralah Mulai Berbenah!
Beberapa nama yang muncul saat itu di antaranya Hidayat Nur Wahid , Anis Matta, Ahmad Heryawan, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al Jufri, Tifatul Sembiring, Muzammil Yusuf, dan Mardani Ali Sera. Bahkan, Sohibul Iman ketika menjabat Presiden PKS pernah mengungkapkan bahwa partainya akan mendukung Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden 2019 asalkan didampingi salah satu dari sembilan kader PKS itu.
Namun, ujungnya, PKS hanya menjadi salah satu partai pengusung Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019. Jauh sebelumnya, yakni Mei 2012, Juru Bicara PKS Mardani Ali Sera mengungkapkan partainya melakukan proses penjaringan bakal calon presiden untuk Pilpres 2014. Namun, PKS hanya menjadi salah satu partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Pilpres 2014.
Lalu, kenapa PKS tidak pernah jadi mengusung kadernya sendiri di pilpres? "Porsi suara PKS skala nasional belum memungkinkan, meskipun mereka menjual soliditas kader tetapi porsi pemilih PKS sudah terbaca stagnan," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada SINDOnews, Jumat (8/1/2021).
Menurut Dedi, sulit ada pergerakan besar mengingat cara gerilya yang dilakukan PKS hingga kini, juga karakter kader PKS yang terbatas pada identitas gerakan politik Islam. "Tentu hitungan itu bisa saja menjadi dasar PKS untuk tetap menjadi penyokong koalisi, bukan memimpin," katanya.
Dia pun membaca pernyataan elite PKS yang mengatakan akan mengusung kader internal di Pilpres 2024 hanyalah untuk menarik perhatian publik. "Sekaligus menguji popularitas tokoh yang dimunculkan. Cara semacam ini tidak jauh berbeda dengan PKB yang rutin mempromosikan tokohnya untuk kancah pilpres, meskipun tidak benar-benar terjadi," tuturnya.
Namun, menurut dia, PKS memiliki elite yang bisa dijual pada Pilpres 2024. "Dari sisi ketokohan dan intelektual birokrat tentu saja ada. Ahmad Heryawan, Tifatul Sembiring, menjadi dua nama mungkin paling menonjol, atau Hidayat Nur Wahid," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, PKS adalah partai kader. "Setiap pertarungan politik itu dimaknai dua hal. Pertama, dia wajib memajukan kadernya sebagai upaya untuk menokohkan ya. Jadi, kalah menang itu bagi PKS bonus," kata Adi Prayitno secara terpisah.
Bagi PKS, lanjut Adi, memunculkan figur internal sebagai tokoh nasional adalah hal paling penting. "Jadi tidak berlebihan kalau kemudian PKS itu menyebut 2024 akan mengusung internal sendiri. Intinya, PKS ingin punya kader sendiri yang cukup diperhitungkan juga dalam pertarungan di 2024, ketimbang dukung yang lain, untung juga enggak," ujarnya.
Selain itu, dia menilai Pilpres 2024 mendatang memaksa semua partai untuk memajukan calon sendiri. Tujuannya, untuk mendapatkan efek ekor jas atau coattail effect. "Karena sangat rugi bagi partai yang tidak bisa memajukan kader sendiri di 2024, berkaca pada Pemilu 2019," imbuhnya.
Dia berpendapat, Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi besar karena punya jangkauan. "Nah ini saya kira semua partai akan berlomba-lomba memajukan calon internal sendiri untuk 2024. Problemnya nanti adalah apakah bisa melampaui ambang batas, maka itu kemudian Undang-undang Pemilu sekarang dipertaruhkan," pungkasnya.
Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat DPP PKS Al Muzzammil Yusuf mengatakan bahwa konstelasi capres sangat ditentukan oleh syarat capres dalam undang-undang. "Jika syarat masih seperti yang lalu, semua partai dipaksa harus berkoalisi. Maka isu bursa capres dan koalisi capres baru akan matang pada akhir 2022 atau awal 2023," ujar Muzzammil Yusuf.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: