Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas meminta semua pihak untuk tidak mudah memberikan label radikal kepada seseorang atau kelompok. Penyematan predikat negatif tanpa dukungan data dan fakta yang memadai berpotensi merugikan pihak lain.
“Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat persoalan, jangan sampai gegabah menilai seseorang radikal misalnya,” ujar Menag Yaqut di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).
Stigma atau cap negatif, menurut Menag, seringkali muncul karena terjadinya sumbatan komunikasi. Untuk itu, menciptakan pola komunikasi yang cair dan dua arah adalah sebuah keniscayaan, lebih-lebih di era keterbukaan informasi saat ini. Stigma radikal juga bisa jadi muncul karena seseorang kurang memiliki informasi dan data yang memadai terhadap sikap atau perilaku orang lain.
Baca Juga: Belain Din Syamsuddin, Ulil Abshar Abdalla: Label Radikal Alat Pembungkam
“Dengan asumsi itu, maka klarifikasi atau tabayyun adalah menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan dalam kerangka mendapat informasi valid,” ujar Gus Yaqut, sapaan akrab Menag.
Dengan model tabayyun ini, maka hakikatnya seseorang atau kelompok juga akan terhindar dari berita palsu atau hal-hal yang bernuansa fitnah. Untuk itu, Menag Yaqut mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengutamakan komunikasi yang baik dan menempuh cara klarifikasi jika terjadi sumbatan masalah. Jika pola ini diterapkan, Menag optimistis, segala polemik berkepanjangan atau kekisruhan yang seringkali muncul dan merugikan bangsa ini bisa dicegah.
“Saya tidak setuju jika seseorang langsung dikatakan radikal. Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritik sah-sah saja sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang,” ujar Gus Yaqut.
Menag Yaqut menegaskan, terkait dugaan pelanggaran Din Syamsuddin yang statusnya masih sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sebenarnya telah jelas ada regulasi yang mengaturnya. Prosedur penyelidikan pun telah diatur secara komprehensif oleh negara, antara lain melalui inspektorat maupun KASN.
Dengan dasar tersebut, Menag Yaqut berharap, semua pihak untuk mendudukkan persolan ini dengan proporsional.
“Persoalan disiplin, kode etik dan kode perilaku ASN sudah ada ranahnya. Namun, jangan sampai kita secara mudah melabeli Pak Din radikal dan sebagainya,” tegas Menag Yaqut.
Sekadar informasi, Din Syamsuddin yang juga seorang Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dilaporkan oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) alumnu Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat ini, pelaporan tersebut telah ditangani oleh KASN.
GAR ITB juga pernah melaporkan Din Syamsuddin ke KASN berkenaan dengan pelanggaran kode etik dan kode perilaku pada Oktober 2020. Namun, beberapa waktu kemudian GAR ITB mendatangi langsung KASN berharap pelaporan tersebut langsung ditanggapi. Salah satu isi laporan yakni soal sikap Din yang dianggap mengeksploitasi sentiman agama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: