Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Biarkan Dibuka Habis-habisan Soal Dugaan Kecurangan Pemilu, Parpol Harusnya Nggak Perlu Takut! Soal Hak Angket'

'Biarkan Dibuka Habis-habisan Soal Dugaan Kecurangan Pemilu, Parpol Harusnya Nggak Perlu Takut! Soal Hak Angket' Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin seharusnya parpol mendukung dan tidak menolak digulirkannya hak angket penyelenggaraan pemilu.

Hal ini Din sampaikan di acara buka bersama “Guyub bersama Amin di Markas Pemenangan Timnas Amin di Jalan Diponegoro Nomor 10 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/24)”.

Din menilai apabila mereka merasa telah melakukan hal yang benar dan tak melakukan kecurangan, seharusnya tak ada penolakan agar dibuka seterang-terangnya untuk menjawab dugaan kecurangan pemilu.

Karenanya, Din menegaskan sebagai bagian dari masyarakat sipil mendukung agar kubu 01 dan 03 lewat partai pengusung menggulirkan Hak Angket DPR RI terhadap penyelenggaraan pemilu 2024.

“Hak angket dalam rangka membahas secara terbuka apa bentuk kecurangan kejahatan itu, seharusnya tidak ada parpol yang menolak, kalau mereka benar tidak akan menolak biarkan habis-habisan buka, mudah-mudahan ini jadi kenyataan,” ungkapnya.

“Maka saya yang tidak termasuk dalam TIMNAS AMIN mendorong dan mendukung agar partai yang dalam koalisi AMIN maupun 03 untuk mendorong dan mendesak DPR RI menggunakan hak angket, menggunakan hak angket sangat konstitusional,” tambahnya.

Din menyinggung adanya intervensi yang dilakukan sehingga menurutnya berdampak pada pilihan rakyat.

Baca Juga: Anies Soal Oposisi: Harus Diberi Ruang!

Hal-hal seperti iming-iming uang dan sembako menurutnya telah melanggar prinsip jujur dan adil dalam berpolitik.

“Seharusnya rakyat menentukan pilihannya sendiri tapi dirampas dengan iming-iming, dengan sembako, bansos, ini yang terjadi, kejahatan terhadap rakyat, terhadap hak rakyat, dan kedaulatan rakyat,” jelasnya.

Din menilai prinsip kejujuran dan keadilan hilang dari kehidupan politik Indonesia.

Din mengungkapkan di era reformasi prinsip langsung, bebas, dan rahasia (LUBER) yang dijadikan prinsip, tetapi hal itu dinilai kurang sehingga desakan adanya pemilu yang jujur dan adil (Jurdil).

“Partai yang berposisi waktu itu khususnya PPP dan PDI sangat mendesak adanya jurdil, baru era reformasi jadi prinsip pemilu dan pilpres,” ungkapnya.

Hanya saja menurut Din, saat ini prinsip jurdil sudah hilang dari perpolitikan di Indonesia, khususnya pemilu 2024.

Din melihat sudah banyak pakar dan tokoh yang bersuara yang mana menilai telah terjadi kecurangan yang meniadakan prinsip kejujuran dan keadilan.

“Hanya saja dua hal penting ini yang hilang, bak mahkota yang hilang dari kehidupan politik Indonesia karena ketidakjujuran dan ketidakadilan, bahkan banyak pakar yang mengamati dan menyimpulkan telah terjadi kecurangan sehingga pemilu pilpres bersifat curang terstruktur, sistematis dan masif,” jelasnya.

Baca Juga: Luhut Minta Pengkritik Pindah dari Indonesia, Begini Kata Anies

Sementara itu, Dosen Universitas Bung Karno, Faisal Chaniago mengatakan, hak angket berfungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif dan lembaga terkait. Sehingga tidak tepat jika dijadikan upaya untuk menggagalkan Pemilu.

“Hak angket berfungsi untuk mengawasi eksekutif dan lembaga terkait lain. Tidak bisa menggagalkan hasil pemilu. Ranah hukum kecurangan pemilu ada di Bawaslu dan MK,” katanya di Jakarta, Jumat (23/2).

Dia menjelaskan, apabila laporan sudah diterima Bawaslu, maka akan dilakukan penyelidikan. Bilamana ditemukan kecurangan, maka nantinya Bawaslu yang akan menentukan. Mulai dari Pemungutan Suara Ulang hingga Pemungutan Suara Lanjutan. “Soal keputusan kemenangan ada pada MK. MK yang punya domain soal ini,” tegasnya.

Mengenai wacana hak angket, Faisal menerangkan, merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak yang tidak bisa menerima kekalahan. Padahal saat ini masyarakat masih menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait perhitungan suara.

“Mereka tidak siap terima atas kekalahan. Mereka belum siap dalam berdemokrasi. Menang kalah dalam pemilu itu wajar. Kalau masyarakat siap. Yang tidak siap itu elit politik. Masyarakat akhirnya bisa bosan melihat tingkah laku elit yang tidak profesional,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: