Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Anies Baswedan Didesak Tinjau Ulang Tata Ruang di Kawasan Kemang

        Anies Baswedan Didesak Tinjau Ulang Tata Ruang di Kawasan Kemang Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
        Warta Ekonomi -

        Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu meninjau ulang tata ruang di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sebab, banjir yang terjadi rutin di wilayah itu, disinyalir dampak dari perubahan fungsi peruntukan lahan.

        Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono, menilai banjir di Kemang merupakan salah satu bukti nyata pelanggaran tata ruang di Ibu Kota. Kawasan yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau kini penuh dengan bangunan.

        "Pengendalian tata ruangnya sangat lemah," sentil Nirwono di Jakarta, belum lama ini.

        Baca Juga: Duh, Pak Anies Bajunya Bikin Salfok Aja! Netizen: Kira Banteng, Ternyata Kerbau...

        Dia mengusulkan, pembangunan di wilayah Kemang mesti ditinjau ulang untuk mencegah banjir yang lebih besar di masa mendatang. Gubernur DKI Anies Baswedan harus berani meninjau perizinan di Kemang. Mengevaluasi tata ruang di kawasan itu. Bahkan, membatalkan semua Izin Mendirikan Bangunan (IMB) baru.

        "Kali Krukut dan saluran air harus diperlebar. Serta, membangun waduk baru di Kemang," sarannya.

        Hal yang sama disampaikan Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna. Dipaparkannya, banjir di Kemang terjadi lantaran perubahan drastis dalam sisi pembangunan. Awalnya, Kemang merupakan kawasan permukiman sekitar tahun 1970-an. Pembangunan mulai marak saat banyak ekspatriat yang menyewa rumah warga di kawasan itu.

        "Ketika orang asing banyak ke situ, tumbuh kembang lah usaha pertokoan untuk mendukung keberadaan ekspatriat. Banyak perumahan berubah jadi mall, kafe, dan sebagainya," katanya.

        Hal itu, lanjut Yayat, diperburuk oleh oknum pengembang yang nekat melanggar aturan saat melakukan pembangunan. Mengatasi itu, pada tahun 2010, Pemprov melakukan penataan. Salah satunya, melakukan pemutihan pelanggaran oleh para pengembang.

        "Saat itu, sudah 70 persen lebih lahan di Kemang yang tadinya perumahan berubah menjadi kawasan perdagangan dan jasa," terangnya.

        Dia menerangkan, dalam pemberian izin di tata ruang, ada istilah ITBX. Yakni, I memiliki arti pembangunan diizinkan, T terbatas, B bersyarat, dan X tidak diizinkan sama sekali.

        Baca Juga: Berani Kritik Anies Baswedan, Zita Anjani Diceramahi Politikus Gerindra

        Menurut Yayat, Pemprov DKI Jakarta harus mengecek kedisiplinan pengembang dalam mengikuti izin yang mereka terima. Apalagi, Kemang merupakan daerah resapan air dan berada dekat dengan aliran sungai.

        "Hijaunya masih dipertahankan atau tidak? Pembangunan di sana itu persyaratannya dipenuhi atau tidak? Itu harus dikontrol," ujarnya.

        Yayat mengatakan, banyak orang yang lupa bahwa wilayah Jakarta Selatan termasuk ke dalam zona dengan intensitas hujan yang tinggi selain Jakarta Utara. Atas dasar itu, Jakarta Selatan ditetapkan menjadi wilayah resapan air.

        "Karena itu, keluarlah namanya Koefisien Dasar Bangunan. Pembatasan tanah untuk pembangunan. Mungkin sekitar 40 persen dari peruntukan tanah boleh dibangun, sisanya tidak," tutur Yayat.

        Baca Juga: Bukan Anies, Apalagi AHY, Oposisi Kayaknya Bakal Dukung Orang-Orang Ini di Pilpres 2024

        Pengawasan penerapan Koefisien Dasar Bangunan itu, lanjut Yayat, menjadi sulit saat rakyat kelas menengah dan pembangunan mall makin banyak di Jakarta Selatan. Perubahan itu berdampak pada wilayah Kemang yang notabene dilewati oleh aliran Kali Krukut yang memiliki hulu di Depok, yang ruang terbuka hijaunya juga sudah berkurang.

        Dia menilai, jika tidak ada upaya yang bersifat masif oleh Pemprov DKI Jakarta, untuk mengatasi banjir, Kemang akan tetap jadi langganan banjir.

        "Ke depan kalau tidak ada restorasi dalam arti perubahan tata manajemen air, pengendalian banjir yang betul-betul luar biasa, Kemang akan menjadi kawasan bisnis di kawasan bencana. Akan selalu banjir," ujar Yayat.

        Dia mengingatkan, banjir berpotensi akan makin sering terjadi karena belakangan intensitas hujan makin tinggi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: