Publik tidak perlu kecewa berlebihan atas beredarnya kabar Tesla Inc, lebih memilih membuka pabrik mobil listrik (Electric Vehicle/EV) di India, daripada di Tanah Air. Sebab, masih banyak investor raksasa lainnya yang menyatakan minatnya meminang Indonesia.
Kabar Tesla lebih memilih menanamkan modalnya di India, daripada di Indonesia, cukup menyedot perhatian publik. Hal itu terjadi tak lepas dari gembar-gembor yang disampaikan pemerintah bahwa perusahaan asal Amerika Serikat (AS) akan mengembangkan EV di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menepis Tesla sudah berpaling. Menurutnya, proses negosiasi masih berlanjut.
Baca Juga: Ketika Chairul Tanjung Ngomong 'Kok Luhut Lagi...Luhut Lagi, Kok China Lagi...China Lagi'
Luhut berdalih, tidak bisa membeberkan proses negosiasi. Sebab, adanya perjanji di mana isu negosiasi tidak boleh diungkapkan kepada publik (Non-Disclosure Agreement/ NDA). Ditegaskannya, selama ini pihaknya tidak pernah mengatakan bahwa Tesla akan berinvestasi di pabrik mobil listrik di Tanah Air.
“Yang pasti, kami tidak pernah membahas soal (membangun) pabrik mobil listrik di Indonesia),” kata Luhut, saat diwawancarai Founder and Chairman CT Corp, Chairul Tanjung, di CNBC Indonesia Economic Outlook 2021, Kamis (25/2).
Luhut mengungkapkan, selain soal mobil listrik, pemerintah membahas soal Starlink, launching pad, hypersonic, baterai lithium, dan stabilizer energy bersama perusahaan besutan Elon Musk itu.
Pengamat dari Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, jika benar Tesla memilih Negeri Bollywood, julukan India, untuk membangun pabrik mobil listriknya, pasti karena tergiur faktor kemudahan. Antara lain, India memiliki aturan pajak yang memudahkan investor. Selain itu, upah pekerja di India tergolong lebih murah dibanding Indonesia.
Dia mengakui, Indonesia bukan yang terbaik dalam hal peringkat kemudahan bisnis untuk investor asing.
“Tapi sedikit demi sedikit hal itu mulai diperbaiki. Karena sekarang ada Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Yang setidaknya memberikan kepastian hukum bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia,” ucap Mamit kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Mamit meyakini, kemungkinan Tesla tertarik berinvestasi di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Karena jika merujuk pernyataan Menteri Luhut, kerja sama dengan Indonesia dengan Tesla lebih kepada penyediaan bahan baku baterainya.
“Pemerintah juga bilang masih bernegosiasi dengan Tesla. Namun menurut saya, Tesla bukan satu-satunya investor potensial yang berinvestasi di Indonesia. Karena, sudah ada juga beberapa investor asing yang berminat,” kata Mamit.
Intinya, kata Mamit, dengan siapa pun nanti investor asing yang bekerja sama dengan Indonesia, harus menguntungkan kedua belah pihak, baik itu dari sisi Sumber Daya Alam (SDA), pasar, maupun Sumber Daya Manusia (SDM).
Baca Juga: Opung Luhut Pantang Menyerah, Nego Tesla untuk 6 Sektor Ini
“Apalagi Indonesia saat ini menjadi target utama pengembangan EV bagi negara-negara luar, masih seksi. Jadi nanti bisa siapa saja yang investasi di sini as soon as possible,” tuturnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga menepis kabar Tesla ingin membangun pabrik di Indonesia. Menurutnya, Tesla tertarik berinvestasi di bidang Energy Storage System (ESS), bukan membangun pabrik mobil seperti yang sering diberitakan selama ini.
“Kami terus mengadakan pembicaraan dengan beberapa perusahaan besar lainnya dari Jepang, Amerika termasuk yang sering dibicarakan di publik yaitu Tesla,” ujar Erick dalam gelaran virtual The Indonesia 2021 Summit, The Future is Now, Leading in The Era of Disruptions, Selasa (23/2).
Dengan alasan tersebut, paparnya, Kementerian BUMN akhirnya membentuk konsorsium besar yang terdiri atas PT Pertamina, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Indonesia Aluminium (Persero) atau holding BUMN Tambang, serta PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM).
BUMN-BUMN tersebut akan mengurusi aktivitas pengembangan baterai EV dari hulu hingga ke hilir, dari penambangan hingga berbentuk baterai dan distribusinya di dalam dan luar negeri.
Erick menargetkan melalui kerja sama dengan berbagai perusahaan multinasional yang saat ini sudah ada komitmen, yakni China Contemporary Amperex Technology (CATL) asal China dan LG Chem asal Korea Selatan. Indonesia dapat memproduksi baterai EV pada 2023.
Untuk diketahui, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Di mana nikel adalah salah satu bahan baku penting dalam baterai mobil listrik. Inilah yang membuat Indonesia menjadi negara tujuan investor asing yang ingin mengembangkan industri baterai.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: