Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        AHY Diprediksi Sulit Dirobohkan, karena Dukungan Bapaknya?

        AHY Diprediksi Sulit Dirobohkan, karena Dukungan Bapaknya? Kredit Foto: Instagram/agusyudhoyono
        Warta Ekonomi -

        Rencana Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang digagas sejumlah mantan kadernya, diduga sudah bergeser target awal melengserkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dari jabatannya sebagai ketua umum. Menjadi sekadar membelah dua kubu kepengurusan partai. 

        Analisis ini disampaikan Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah kepada pers di Jakarta, Jumat (5/3).

        “Saya melihat posisi AHY ini masih cukup sulit untuk dijatuhkan karena didukung mayoritas pengurus. Makanya, target KLB bergeser. Yang penting, ada dua kubu kepengurusan Partai Demokrat,” jelas Toto.

        Baca Juga: Bongkar Lagi Gerakan Moeldoko, Andi Arief Merajuk ke Mahfud MD

        Toto menduga, target bergeser karena para penggagas KLB Demokrat ini mengakui,  posisi AHY di tampuk kepemimpinan Demokrat, hingga saat ini masih kokoh. Dengan dukungan mayoritas pengurus pusat, DPD dan DPC.

        Meski masih belum dapat dipastikan, apakah loyalitas para pengurus itu bertahan hingga KLB benar-benar jadi digelar, atau hanya ilusi saja. 

        Yang pasti, Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini menjelaskan, rencana KLB tak hanya terkendala pada faktor dukungan yang masih relatif solid kepada AHY. Tetapi juga kepentok soal legitimasi, jika merujuk pada AD/ART partai.

        Dalam salah satu pasal disebutkan, salah satu syarat sah KLB adalah persetujuan Majelis Tinggi Partai. KLB juga baru dianggap sah, jika dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah DPD dan 1/2 dari jumlah DPC.

        “Kalau merujuk pada ketentuan konstitusi partai, KLB tersebut pasti kehilangan legitimasi. Sebab, tak mudah buat panitia KLB untuk memenuhi syarat tersebut. Apalagi, ada ketentuan yang mengharuskan adanya persetujuan Majelis Tinggi Partai,” terang Toto.

        Karena itu, Toto menilai, hanya ‘jurus mabok’ yang bisa memuluskan digelarnya KLB Demokrat, dengan segala resiko buruk yang akan diterimanya. Salah satunya, kehilangan legitimasi publik karena dianggap melakukan praktik ‘politik kotor’.

        “Tidak mustahil, akan berimbas pada citra buruk pemerintahan Jokowi, jika praktik demokrasi tak sehat itu berujung pada keputusan pemerintah, lewat Menkumham untuk melegalkan hasil KLB,” katanya.

        Soal gosip yang menyebut KLB merupakan bagian dari agenda melumpuhkan Demokrat karena dianggap berseberangan dengan pemerintah, atau murni ekspresi kekecewaan sejumlah kader seniornya, Toto mengaku tak tahu.

        Baca Juga: Dengar Baik-Baik Pak SBY dan Mas AHY, KLB Jadi Solusi yang Sah Kisruh Partai Mercy Ini

        Menurutnya, spekulasi itu akan terjawab dari sikap pemerintah. Apakah pemerintah ‘menikmati’ kemelut internal partai yang didirikan SBY ini, atau tegas tidak memberi lampu hijau apalagi restu terlaksananya KLB tersebut.

        “Kalau ternyata Demokrat hasil KLB ini akhirnya diakui pemerintah, publik akan menduga Istana berada di balik semua ini. Apalagi, jika tokoh yang selama ini heboh dituding terlibat merancang KLB, yakni Moeldoko, terpilih sebagai ketua umum," ungkapnya.

        Dalam konteks ini, Toto mengingatkan pemerintah untuk segera merespons KLB ini untuk bersikap tegas. Agar tak berada di antara dua kubu yang sedang konflik.

        Kata Toto, sikap itu penting, agar pemerintah tidak menjadi bagian yang dapat memicu terjadinya perpecahan bangsa yang makin parah.

        “Saat ini, kita sedang membutuhkan situasi yang kondusif dalam menghadapi berbagai persoalan besar bangsa. Jangan tambah masalah lagi, dengan sikap pemerintah yang memberi ruang terhadap munculnya perpecahan. Saya sedih, jika pemerintahan Pak Jokowi ini diberi stempel tukang memecah partai politik yang berseberangan,” tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: