Alokasi belanja pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2021 diyakini masih akan menjadi kunci penyelamatan ekonomi Indonesia sebagaimana pada masa pandemi di 2020. Pada 2020, realisasi program PEN mencapai 6,09% (Rp579,8 triliun) dari total APBN Rp2.589,9 triliun, sementara pada 2021 rogram PEN dianggarkan Rp627,9 triliun (5,70%) dari total RAPBN sebesar Rp2.750,0 triliun.
“Melalui pelebaran defisit APBN 2020 hingga 6,1% PDB, negara hadir mencegah terjadinya kontraksi ekonomi lebih dalam akibat pandemi Covid 19 di 2020. Pada 2021, APBN dan kebijakan fiskal akan melanjutkan perannya sebagai sebagai alat pendorong pemulihan ekonomi nasional,” kata Rektor Institut Teknologi Bisnis Ahmad Dahlan, Mukkhaer Pakkana, di Jakarta, dalam diskusi terbatas dengan sejumlah pengamat di Jakarta, kemarin. Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Nasional Bergantung Pada Kesuksesan Program Vaksinasi Covid-19
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Sosial Politik (PKSP) Univetsitas Nasional Jakarta bekerja sama dengan Public Trust Institute itu, Mukhaer menjelaskan bahwa pemerintah telah berperan sebagai sentral pemulihan, dan menjadi satu-satunya komponen yang tumbuh positif. Pemerintah telah berhasil menggenjot belanja di kuartal III-2020 sehingga bisa tumbuh 16,9% (QoQ) dan 9,76% (YoY). Baca Juga: CIPS: Capaian Ekonomi Digital Jadi Momentum Tingkatkan Penetrasi Digital
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata pencapaian belanja pemerintah dalam lima tahun terakhir (2015-2019).
“Ini dampaknya sangat signifikan, kontribusi belanja pemerintah menyumbang 72pp (persentase poin) terhadap total pertumbuhan nasional,” sambung Mukhaer.
Ia meyakini arah pemulihan ini akan terus didorong lebih cepat di 2021 melalui APBN yang tetap countercyclical, program vaksinasi yang efektif, dan PEN yang diperkuat. Namun ia menekankan perlunya pemerintah terus memperkuat daya beli masyarakat kelas menengah bawah, dan mendorong peningkatan tingkat konsumsi masyarakat kelas menengah atas.
Senada dengan Mukhaer, ekonomi Universitas Nasional Made Adnyana, mengakui belanja pemerintah telah berperan besar dalam menyelamatkan ekonomi Indonesia agar tidak masuk ke jurang depresi ekonomi sepanjang masa pandemi 2020. Ia bersyukur karena hampir semuala lembaga riset dunia memprediksi pada 2021 perekonomian global akan “kembali normal” dan akan tumbuh positif, sehingga memberikan peluang pada kebangkitan ekonomi Indonesia.
Namun berharap pada pemulihan ekspor, menurut Adnyana, tidak akan mudah bagi Indonesia. Adnyana lebih menyarankan pemerintah untuk lebih fokus pada penanggulangan pandemi (kesehatan) dan melindungi sisi permintaan konsumsi masyarakat agar bisa menjadi pendorong kebangkitan ekonomi nasional.
“Kebangkitan ekonomi dimulai dari sektor padat karya dengan melibatkan seluruh kekuatan, dari badan usaha, kementerian, dan lembaga, hingga pemerintah daerah dan perangkat desa,” tutur Adnyana.
Sedangkan Soleh Rusyadi Maryam dari Sucofindo berpendapat, peluang memperbaiki neraca perdagangan Indonesia melalui peningkatan ekspor masih terbuka di 2021 meskipun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya, karena ekonomi global baru pada tahap pemulihan.
Kuncinya, lanjut Soleh, tingkatkan pertumbuhan ekspor produk/komoditas andalan, diversifikasi dan hilirisasi produk ekspor, perluasan negara tujuan ekspor, dan fokus destinasi dengan negara-negara dengan GDP terbesar atau negara-nagara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi.
“Untuk menjaga neraca perdagangan, tampaknya lebih mudah dilakukan dengan menekan impor barang konsumtif, mengendalikan barang intermediate, dan mengutamakan impor barang modal,” tutur Soleh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil