Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Polemik Demokrat Belum Berujung, AD/ART 2020 Disebut-sebut Cacat Substansi & Rawan Digugat

        Polemik Demokrat Belum Berujung, AD/ART 2020 Disebut-sebut Cacat Substansi & Rawan Digugat Kredit Foto: Viva
        Warta Ekonomi -

        Kubu kepengurusan Demokrat hasil kongres luar biasa (KLB) Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara terus mempersoalkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) 2020. Moeldoko Cs mengeluhkan produk AD/ART 2020 yang dinilai cacat substansi karena tak sesuai mekanisme.

        Terkait itu, pengamat politik dari Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo menganalisis jika kubu Moeldoko bisa membuktikan secara benar bahwa AD/ART cacat prosedur dan substansi, maka rawan untuk digugat.

        “Artinya kalau informasi itu benar, kalau itu bisa dibuktikan maka ya itu bisa cacat prosedur dan cacat subtansi, maka itu rawan untuk digugat," ujar Karyono, dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis, 18 Maret 2021.

        Baca Juga: Urus Darah Sampai Sajadah, JK-Anies Duet Dunia-Akhirat

        Menurut dia, AD/ART 2020 itu bisa jadi kelemahan Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pihak Moeldoko diprediksi kemungkinan besar akan menguatkan argumen ini saat proses di pengadilan nanti. Salah satu poin yang disuarakan kubu Moeldoko yakni kepemimpinan AHY dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik.

        “Dan, hal itu bisa menjadi kelemahan bagi kubu AHY. Tapi, ini tentu sajakan karena ada SK Kumham yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada kubu AHY sudah dibuat, sudah mendapatkan SK, oleh karena itu SK itu juga harus digugat,” jelasnya.

        Pun, ia menambahkan dari AD/ART 2020 disoroti kewenangan besar Majelis Tinggi partai yang diketuai ayah AHY, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Menurutnya, kewenangan SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi cukup besar di internal partai. 

        Dengan kewenangan itu, salah satunya KLB mesti mendapatkan restu dari SBY. Meski KLB mensyaratkan dukungan 2/3 DPD dan 50 persen DPC tapi tetap mesti disetujui SBY. Hal ini diprotes sejumlah kader yang kemudian dipecat lalu menginisiasi perhelatan KLB.

        “Karena apa, untuk menyelenggarakan KLB kan harus mendapatkan persetujuan atau usulan dari majelis tinggi. Nah, sementara Ketua Majelis Tingginya kan Pak SBY,” tuturnya.

        Karyono juga mengkritisi susunan majelis tinggi yang wakil ketuanya dijabat AHY. Rangkap jabatan AHY sebagai wakil ketua majelis tinggi dan ketua umum dinilai menutup demokrasi di internal partai.

        “Misalnya AHY sebagai ketua umum, masa dia juga sebagai majelis tinggi itu kan menjadi lucu. Jadi, AD/ART tahun 2020 itu terkait dengan yang mengatur kewenangan majelis tinggi ya itu tidak demokratis," tuturnya.

        Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Demokrat hasil KLB di Sibolangit, Jhoni Allen Marbun menyampaikan kekeliruan dalam AD/ART 2020 yang dibuat kubu AHY untuk melanggengkan dinasti keluarga Cikeas di Partai Demokrat.

        Jhoni menyebut kewenangan SBY yang lebih besar dari ketua umum dalam menentukan sejumlah keputusan penting partai seperti persetujuan KLB.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: