Pengumuman, Filipina Mulai Buka Suara Usir 220 Kapal China dari LCS
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana, Minggu (21/3/2021), meminta Cina menarik 220 kapal milisi Cina dari Laut Cina Selatan (LCS). Ia menyebut kehadiran kapal Cina di lokasi yang disengketakan itu sebagai "tindakan yang jelas-jelas provokatif dengan memiliterisasi kawasan tersebut".
"Kami menyerukan kepada Cina untuk berhenti melakukan penerobosan ini dan segera menarik kapal-kapal yang melanggar hak maritim kami dan menguasai teritori kedaulatan kami," kata Lorenzana dalam pernyataannya.
Baca Juga: Ya Tuhan! Inggris Baru Laporkan Mutan Covid-19 Baru Asal Filipina
Pada Sabtu (20/3/2021) malam, Pasukan Penjaga Pantai Filipina melaporkan pada 7 Maret mereka menemukan 220 kapal yang diyakini diawaki personel milisi maritim Cina. Kapal-kapal itu berada di Whitsun Reef, yang disebut Filipina sebagai Julian Felipe Reef.
Satuan Gugus Tugas (Satgas) Pemerintah Filipina mengatakan, pada 7 Maret mereka melihat kapal-kapal tersebut berjajar seperti membentuk sebuah formasi.
Di media sosial Twitter, Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin ditanya apakah akan mengajukan protes diplomatik mengenai kemunculan kapal-kapal tersebut.
"Hanya bila para jenderal meminta saya melakukannya. Dalam pandangan saya, kebijakan luar negeri adalah tinju yang terselubung dari angkatan bersenjata," jawabnya.
Pejabat keamanan Filipina menilai bahwa kapal-kapal Cina itu diawaki personel yang terlatih secara militer. Sedangkan, Satgas Pasukan Nasional untuk Laut Filipina Barat mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai penangkapan ikan dan kerusakan lingkungan di Laut Cina Selatan. Mereka juga khawatir dengan risiko terhadap keselamatan navigasi.
Menurut satgas, Whitsun Reef berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina. Lokasinya sekitar 175 mil laut sebelah barat Kota Bataraza, Provinsi Palawan, Filipina. Satgas menggambar wilayah itu sebagai, "Terumbu karang dangkal berbentuk bumerang di di timur laut Tepian dan Terumbu Karang Pagkakaisa," kata satgas.
Kementerian Luar Negeri Cina belum merespons permintaan komentar mengenai hal ini. Panggilan telepon ke Kedutaan Besar Cina di Manila juga tidak ada yang menjawab.
Laut Cina Selatan diklaim oleh Cina, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei. Pada Januari 2021 lalu Filipina mengajukan protes atas undang-undang baru Cina yang mengizinkan pasukan penjaga pantainya menembak kapal asing. Kebijakan itu dianggap "ancaman perang".
Amerika Serikat berulang kali mengecam apa yang mereka sebut upaya Cina merundung negara-negara tetangga demi kepentingan sendiri. Sementara Beijing mengkritik Washington atas apa yang mereka sebut intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain.
Pulang hidup-hidup
Kritik berulangkali ditujukan kepada Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang menjalin keakraban dengan Cina sejak 2016. Duterte dinilai tidak mempertahankan posisi Filipina dan mendesak Cina agar mematuhi putusan internasional.
Pada 2016 pengadilan arbitrase internasional membantah klaim Cina seluas 90 persen dari Laut Cina Selatan.
Cina juga disebut melanggar hak tradisional Filipina untuk mengambil ikan di Scarborough Shoal, bagian dari Laut Cina Selatan. Namun, putusan itu juga tidak menyebutkan Filipina berhak melarang Cina mengambil ikan di wilayah tersebut.
Beijing tidak mengakui putusan pengadilan arbitrase tersebut. Beberapa tahun terakhir Cina bahkan membangun pulau-pulau kecil di perairan itu dan mendirikan jalur udara di beberapa pulau.
"Saat Xi (Presiden Cina Xi Jinping --Red) mengatakan, 'Saya akan memancing', siapa yang bisa mencegahnya?" kata Duterte, dua tahun lalu, saat ia membela sikapnya.
"Kalau kita mengirim pasukan marinir kita untuk mengusir nelayan Cina, saya jamin, bukan kalian yang akan pulang hidup-hidup," kata Duterte saat itu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: