Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indonesia Harus Hati-hati dalam Ratifikasi RCEP, Dampaknya Bisa ke Industri Ini...

        Indonesia Harus Hati-hati dalam Ratifikasi RCEP, Dampaknya Bisa ke Industri Ini... Kredit Foto: Unsplash/Dan Gold
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau perjanjian perdagangan bebas besar antara ASEAN dengan Australia, Selandia Baru, China, Jepang, dan Korea Selatan mengancam industri Indonesia. Dalam kajian Dr Ika Riswanti Putranti, Associate Professor, Jurusan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, kesepakatan itu memengaruhi industri sandang Indonesia. 

        "Ada biaya tersembunyi yang harus dikaji dalam perjanjian RCEP. Alih-alih meningkatkan ekspor, berdasarkan studi Dr. Rashmi Banga, ASEAN pasca-RCEP akan menghadapi peningkatan impor. Dalam kaitan ini, struktur industri negara-negara ASEAN bukanlah industri yang memproduksi barang jadi," katanya dalam konferensi pers virtual yang diadakan oleh Asia Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD).

        Baca Juga: Ahli Ramalkan RCEP Akan Memperburuk Kondisi Ekonomi ASEAN karena...

        Pasalnya, industri tekstil dan garmen menyumbang 5,4% dari GNI-nya. "Pasca COVID-19, banyak industri yang telah tutup dan tidak dapat mengembangkan kemampuan dan kapasitas produksinya. Dalam situasi ini, ada kemungkinan beberapa 'industri yang rentan' tidak dapat memperoleh manfaat dari produk bernilai tambah," tambah Dr Ika.

        Keuntungan dari RCEP, lanjut Dr Ika, akan dirasakan oleh sejumlah negara maju. Negara-negara yang sedang berkembang seperti di kawasan ASEAN, hanya akan memproduksi barang yang serba tanggung atau setengah jadi.

        "Tak perlu dikatakan, negara-negara yang mendapat manfaat dari skema regional value chain dari RCEP adalah negara-negara yang sudah siap dengan pengetahuan, teknologi, merek yang kuat atau merupakan eksportir produk jadi yang pasar sasaran utamanya adalah ASEAN," papar Dr Ika.

        "Tidak tertutup kemungkinan negara dengan tingkat industrialisasi yang terbelakang hanya akan menjadi tempat produksi barang setengah jadi dengan melihat upah tenaga kerja dan perpajakan yang rendah. Selain itu, terdapat potensi trade circumvention untuk mendapatkan preferensi tarif dari aspek kebangsaan barang. Inilah potensi hidden cost dari RCEP terkait rules of origin, khususnya untuk negara ASEAN seperti Indonesia," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: