Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ahli Ramalkan RCEP Akan Memperburuk Kondisi Ekonomi ASEAN karena...

Ahli Ramalkan RCEP Akan Memperburuk Kondisi Ekonomi ASEAN karena... Kredit Foto: AP Photo/Aijaz Rahi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau perjanjian perdagangan bebas besar yang baru-baru ini ditandatangani oleh ASEAN dengan lima mitra dagang akan berdampak negatif bagi kawasan. Ekonom Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan kesepakatan ASEAN dengan Australia, Selandia Baru, China, Jepang, dan Korea Selatan itu akan merugikan negara-negara Asia Tenggara. 

Sejumlah kerugian akan menghampiri ASEAN. Yang utama, RCEP akan memengaruhi neraca perdagangan, dan lebih dari itu, ASEAN juga akan menghadapi krugian pendapatan tarif yang signifikan.

Baca Juga: Parlemen ASEAN Dorong Negara Anggota Serius Tanggapi Myanmar karena Situasi...

Secara keseluruhan, perjanjian perdagangan ini kemungkinan besar akan merusak prospek ekonomi dan kapasitas keuangan kawasan ASEAN. Padahal, di kondisi krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19, pemerintah sangat membutuhkannya untuk lepas dari jeratan tersebut. 

Dr. Rashmi Banga dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) meluncurkan studi barunya yang mengungkapkan bahwa neraca perdagangan ASEAN pasca-RCEP akan memburuk secara signifikan. Dr Banga juga menjabarkan dampak dari ratifikasi RCEP. 

"Perjanjian perdagangan bebas (FTA) sering kali ditandatangani oleh negara-negara berkembang dengan harapan dapat meningkatkan akses pasar mereka untuk meningkatkan lapangan kerja dan kemakmuran nasional. Dalam hal ini studi kami menunjukkan bahwa liberalisasi tarif di bawah RCEP akan memperburuk neraca perdagangan ASEAN sebesar 6% per tahun. Sementara neraca perdagangan akan membaik untuk beberapa negara non-ASEAN di RCEP, keuntungan maksimum dalam hal peningkatan ekspor neto akan masuk ke Jepang," dalam konferensi pers virtual yang diadakan oleh Asia Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD).

Dr. Banga menambahkan bahwa COVID-19 telah meningkatkan tantangan pembangunan yang dihadapi negara-negara ASEAN. Pada gilirannya, mereka perlu menghidupkan kembali sektor industri mereka dan menciptakan lapangan kerja.

"Ini akan membutuhkan sumber daya keuangan tambahan. Tarif adalah alat sederhana dan efektif di tangan pemerintah, tidak hanya untuk menghasilkan pendapatan tetapi juga untuk membatasi impor barang mewah yang memengaruhi neraca pembayaran suatu negara. Penting bagi negara-negara untuk membuat keputusan yang tepat sehubungan dengan penandatanganan atau pengesahan FTA," Dr. Banga menyimpulkan.

Lebih lanjut, Kamboja, Malaysia, Myanmar dan Thailand akan mengalami penurunan terbesar dalam neraca perdagangan mereka. Sementara Malaysia, dan Kamboja akan menghadapi kerugian pendapatan pemerintah yang signifikan.

Malaysia diperkirakan akan kehilangan pendapatan tarif sebesar USD2,2 miliar per tahun karena RCEP, yang setara dengan gaji tahunan lebih dari 230.000 perawat dan pekerja kesehatan lainnya. Demikian pula, kerugian pendapatan Kamboja dari RCEP setara dengan 1,24% dari PDB tahun 2019 yang hampir sama dengan keseluruhan pengeluaran kesehatan masyarakat di negara itu yang mencapai 1,28% dari PDB.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: