Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Untungnya Kapolri Pendengar yang Baik, Langsung Cabut Larangan Media Beritakan Kekerasan Aparat

        Untungnya Kapolri Pendengar yang Baik, Langsung Cabut Larangan Media Beritakan Kekerasan Aparat Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Seharian kemarin, Polri jadi sasaran kritik banyak orang terkait surat edaran yang dikeluarkan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Poin yang dipermasalahkan soal larangan “media beritakan kekerasan aparat”. Untungnya, Kapolri sekarang gampang diingetin, juga pendengar yang baik, sehingga, poin yang banyak dikritik itu, langsung dicabutnya.

        Telegram atau Surat Edaran (SE) itu dikeluarkan Senin (5/4) dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021. SE itu, ditujukan pada Kapolda dan Kabid Humas di lingkungan Polri.

        Baca Juga: Akhirnya Kapolri Jenderal Listyo Meminta Maaf...

        Ada 11 poin yang tertera dalam SE tersebut. Apa isinya? Pertama, melarang media massa menyiarkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

        Kedua, media dilarang menyiarkan rekaman proses interogasi kepolisian dalam penyidikan terhadap tersangka. Ketiga, tidak boleh menayangkan secara rinci peristiwa rekonstruksi. Keempat, tidak memberitakan secara rinci reka ulang kejahatan dari sumber pejabat kepolisian maupun fakta pengadilan.

        Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan atau kejahatan seksual. Keenam, menyamarkan wajah identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga para pelaku dan keluarganya. Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku kemudian korban dan keluarga pelaku kejahatan bagi anak di bawah umur. Kedelapan, melarang media massa menayangkan secara rinci adegan atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

        Kesembilan, tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang. Kesepuluh, penangkapan pelaku kejahatan tidak melibatkan media massa dan tidak boleh disiarkan secara langsung. Terakhir, tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

        Sehari dikeluarkan, telegram itu langsung menuai banyak kritik di dunia maya maupun dunia nyata. Ketua Komnas HAM , Choirul Anam mengingatkan, Kapolri tidak bisa mengatur media.

        Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar menilai SE tersebut berpotensi membahayakan kebebasan pers.

        Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ilham Bintang menilai, telegram Kapolri salah alamat jika ditujukan ke media. Ilham berpendapat, mungkin saja telegram itu memang buat media-media Polri yang selama ini bekerjasama dengan terutama stasiun TV.

        Mendapat banyak masukan dan kritik, Kapolri akhirnya mencabut larangan tersebut. Pencabutan itu termuat dalam Surat Telegram Nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021, Selasa, (6/4), yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono.

        Apa alasannya? Listyo menjelaskan, arahan itu ditujukan untuk jajarannya. Eks Kabareskrim Polri itu mengatakan, Polri bisa tampil tegas, namun humanis. Tapi kenyataannya, masih terlihat ada polisi yang arogan. Makanya diperlukan kehati-hatian bagi aparat dalam bertugas.

        “Jangan sampai perbuatan salah satu oknum, justru merusak satu institusi,” kata Listyo, kemarin.

        Karena itu, Kapolri meminta agar membuat arahan agar anggota lebih hati-hati saat tampil di lapangan. “Jangan suka pamer tindakan yang kebablasan dan malah jadi terlihat arogan, masih sering terlihat anggota tampil arogan dalam siaran liputan di media tertentu, hal-hal seperti itu agar diperbaiki, sehingga tampilan anggota semakin terlihat baik, tegas namun humanis,” tegas Kapolri.

        Mungkin, lanjutnya, di penjabaran STR tersebut, anggota salah menuliskan, sehingga menimbulkan beda penafsiran. Di mana STR yang dibuat tersebut keliru, sehingga malah media yang dilarang merekam anggota yang berbuat arogan di lapangan.

        “Jadi dalam kesempatan ini saya luruskan, anggotanya yang saya minta untuk memperbaiki diri, untuk tidak tampil arogan, namun memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap terlihat humanis, bukan melarang media untuk tidak boleh merekam/ambil gambar anggota yang arogan atau melakukan pelanggaran,” kata Kapolri.

        Polri, tegas Kapolri, juga butuh masukan dan koreksi dari eksternal utk bisa memperbaiki kekurangan. “Oleh karena itu, saya sudah perintahkan Kadiv Humas untuk mencabut STR tersebut, dan sekali lagi mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media, sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan insititusi Polri agar bisa jadi lebih baik,” kata eks ajudan Presiden Jokowi ini.

        Pengamat intelijen dan militer, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengapresiasi Kapolri yang mau mendengarkan masukan pihak lain. Namun, Nuning-sapaannya, meminta Kapolri untuk tetap tegas dalam persoalan hukum.

        Dia tidak ingin, semakin ke sini, negara menjelma ke arah mobokrasi. “Yakni, membiarkan warga bertindak tanpa aturan dan tak patuh pada regulasi,” kata Nuning, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar ikut mengapresiasi sikap Kapolri yang mau mendengar kritik. “Saya suka dengan tindakan koreksi. Keluarkan sesuatu, menuai kritik, akhirnya mencabut. Itu bagus,” kata Zainal lewat akun Twitternya, kemarin.

        Di dunia maya, Kapolri yang sebelumnya banyak dikritik, kini justru mendapat apresiasi dari netizen. “Sikap gentle dan terpuji. Karena tetaplah koreksi dan kritik itu penting untuk menghasilkan kebijakan yg humanis dan berimbang,” kata akun rosun WONG. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: