Dari Rusia sampai Bangladesh, Negara-negara Ini Kecam Tindakan Brutal Israel di Yerusalem
Sejumlah negara di dunia mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil Palestina di kompleks Masjid al-Aqsa. Rusia lewat Kementerian Luar Negerinya pada Sabtu (8/5/2021) meminta semua pihak untuk menahan diri agar tidak terjadi peningkatan eskalasi kekerasan.
"Kami mengutuk keras serangan terhadap warga sipil. Kami meminta semua pihak untuk menahan diri dari langkah apa pun yang penuh dengan eskalasi kekerasan," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri, dilansir Anadolu Agency, Senin (10/5/2021).
Baca Juga: Keras! Presiden Erdogan Tunjuk Israel Provokasi Bentrokan di Masjid Al Aqsa
Rusia menegaskan kembali posisinya bahwa, perampasan tanah dan properti yang terletak di atasnya, serta penciptaan permukiman oleh Israel di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, tidak memiliki kekuatan hukum.
"Tindakan semacam itu merupakan pelanggaran hukum internasional dan menghambat pencapaian penyelesaian damai berdasarkan pembentukan dua negara --Palestina dan Israel," ujar Kementerian Luar Negeri Rusia.
Terpisah, Pemerintah Maroko mengecam pelanggaran Israel di Yerusalem Timur sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Maroko menyerukan dialog dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Pelanggaran ini (di Yerusalem) adalah tindakan yang tidak dapat diterima yang akan meningkatkan ketegangan," kata Kementerian Luar Negeri Maroko seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (10/5/2021).
Kementerian Luar Negeri Maroko menegaskan bahwa Pemerintah Maroko terus memantau peristiwa kekerasan yang berulang di Al Quds Al Sharif, Masjid Al Aqsa, dan penyerbuan halamannya, serta intimidasi terhadap jamaahnya yang damai selama bulan Ramadhan.
Sementara itu, kecaman juga datang dari rezim Recep Tayyip Erdogan Turki. Presiden Turki pada Sabtu (8/5/2021) malam mengecam kekerasan Israel baru-baru ini terhadap rakyat Palestina.
Erdogan juga mengatakan "Israel negara teror yang kejam" secara brutal dan tak bermoral menyerang para Muslim di Yerusalem. Dia kemudian meminta Israel untuk segera mengakhiri serangan keji terhadap Masjid al-Aqsa dan para Muslim di Yerusalem.
Di sisi lain, Bangladesh juga tegas memposisikan dirinya terhadap tindakan keji Israel terhadap warga Palestina. Diplomat tertinggi Bangladesh menyatakan keprihatinannya atas serangan terhadap jamaah Muslim di Masjid Al-Aqsa oleh polisi Israel di Yerusalem dan mengutuk pelanggaran tersebut selama bulan suci Ramadhan.
Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen mengatakan dia menginginkan lingkungan yang damai bagi jamaah di tempat keramat itu.
“Kekerasan yang terjadi di Masjid Al Aqsa pada hari Jumat adalah masalah kesedihan yang luar biasa. Kami mengutuk jenis kekerasan ini, ” kata dia kepada Anadolu Agency.
Tindakan represif itu dimulai ketika pasukan Israel menyerang Masjid al-Aqsa, Gerbang Damaskus di Kota Tua, dan distrik Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur pada Jumat (7/5/2021) malam. Sebanyak 205 warga Palestina mengalami luka-luka dalam serangan itu. Pasukan Israel menyerang umat Muslim yang sedang melaksanakan ibadah shalat tarawih di Masjid al-Aqsa.
Pasukan Israel menembakkan granat kejut, gas air mata, dan peluru berlapis karet untuk membubarkan jamaah Muslim dari Masjid al-Aqsa, situs tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam, pada Jumat malam. Ketegangan juga meningkat di distrik Sheikh Jarrah baru-baru ini. Pemukim Israel mengerumuni daerah itu setelah pengadilan Israel memerintahkan penggusuran keluarga Palestina.
Sejak 1956, total 37 keluarga Palestina tinggal di 27 rumah di lingkungan itu. Namun, pemukim ilegal Yahudi telah mencoba untuk mendorong mereka keluar berdasarkan undang-undang yang disetujui oleh parlemen Israel pada 1970.
Israel menduduki Yerusalem Timur selama perang Arab-Israel 1967. Zionis Israel mencaplok seluruh kota pada tahun 1980, sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional. Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dipandang sebagai wilayah pendudukan menurut hukum internasional, sehingga membuat semua permukiman Yahudi di sana dianggap ilegal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto