Industri sawit nasional sudah mampu memenuhi aspek keberlanjutan (sustainability) yang menjadi tuntutan pasar internasional. Kondisi ini setidaknya tercermin dari terus membaiknya kinerja ekspor minyak sawit Indonesia.
Industri sawit Indonesia telah melakukan transformasi signifikan dalam pemenuhan aspek keberlanjutan, antara lain melalui kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Baca Juga: Saat Pandemi, Sawit Jadi Salah Satu Andalan di Kalimantan Barat
Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan mengatakan, industri sawit Indonesia sudah mengalami transformasi cukup signifikan dalam 10 tahun terakhir, industri tersebut menjadi leader dari isu keberlanjutan dan yang berhubungan dengan aspek lingkungan.
“Transformasi ini karena adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan industri sehingga menghasilkan regulasi prosawit. Sementara faktor eksternal, itu adanya permintaan global yang menginginkan sawit yang di ekspor Indonesia sudah berkelanjutan. Setiap tahunnya, industri sawit bertransformasi menuju keberlanjutan sesuai permintaan dunia,” ujar Fadhil.
Pada tahun 2020, Indonesia berhasil mencapai rekor terendah tingkat deforestasi, padahal selama ini Indonesia dituding sebagai negara dengan tingkat deforestasi tinggi di dunia dan selalu dikaitkan dengan sawit.
Nyatanya, sejak 2010, petani sawit swadaya telah berkomitmen mengurangi tingkat deforestasi. Tidak hanya itu, berbagai kebijakan juga sudah diterbitkan untuk mengurangi tingkat deforestasi, seperti moratorium perizinan sawit dan skema keberlanjutan yang dilaksanakan industri.
“Paling penting, kebijakan ISPO yang mewajibkan perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia menerapkan skema keberlanjutan. ISPO merupakan kewajiban bagi perusahaan dan bagi petani dilakukan bertahap,” jelas Fadhil.
Menurut Fadhil, meskipun industri sawit sudah melakukan transformasi keberlanjutan, sawit Indonesia tetap saja menghadapi hambatan, baik hambatan tarif maupun nontarif, dari negara importir terutama Uni Eropa. Parlemen Uni Eropa menetapkan regulasi anti deforestasi untuk komoditas yang diimpor, termasuk sawit. B
elum lagi maraknya label no palm oil dan berbagai kampanye negatif sawit yang juga dilakukan Uni Eropa. Tidak berhenti sampai disitu, yang terbaru adalah kampanye negatif sawit dari LSM Belgia yang mendesak Parlemen Uni Eropa untuk melarang sawit dari Indonesia. “Untuk mencegah keberlanjutan kampanye negatif sawit maka solusi yang diharapkan adalah koordinasi yang kuat antara pemerintah dan pelaku usaha, harus pintar melobi,” ujar Fadhil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: