Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas mengenai amandemen terbatas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan memang amandemen terbatas ini sempat menjadi polemik terutama terkait masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI. Itu juga yang dikhawatirkan oleh Presiden Jokowi, yang tidak ingin amandemen ini justru melebar soal periodesasi menjadi tiga periode.
"Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau mempertanyakan apakah amandemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodesasi Presiden dan Wakil Presiden menjadi tiga periode? Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," jelas Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat kemarin.
Baca juga: Lepas Ekspor dari 17 Lokasi, Jokowi: Tandanya Ekonomi RI Telah Bangkit
Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi itu, turut hadir para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarifuddin Hasan, Zulkifli Hasan, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Hadir pula Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono.
Ditegaskan oleh Bamsoet, Presiden Jokowi mendukung amandemen terbatas UUD NRI 1945. Tetapi hanya untuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Jokowi tidak ingin pembahasan justru melebar ke persoalan lain.
Lebih lanjut, Ketua DPR RI ke-20 itu mengatakan, PPHN diperlukan sebagai bintang penunjuk arah pembangunan nasional.
"Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amandemen UUD NRI 1945 untuk menghadirkan PPHN, karena merupakan domain dari MPR RI. Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut menjelaskan, kenapa kemungkinan perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI menjadi tiga periode, tidak mungkin terjadi. Pasal 37 UUD NRI 1945 mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi.
Lanjut dia, perubahan tidak bisa dilakukan serta merta. Tetapi harus harus melalui pengajuan yang dilakukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul. Yakni diajukan secara tertulis, ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Masih ada lagi, harusmelalui beberapa tahapan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib MPR.
"Dengan demikian, tidak terbuka peluang menyisipkan gagasan amandemen di luar materi PPHN yang sudah diagendakan. Semisal, penambahan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden menjadi tiga periode. Karena MPR RI juga tidak pernah membahas hal tersebut," terang Bamsoet.
Amandemen terbatas UUD NRI tahun 1945 ini, lanjut Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, hanya ada penambahan dua ayat. Yaitu penambahan ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD NRI 1945.
"Penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat pada Pasal 23 mengatur kewenangan DPR menolak RUU APBN yang diajukan Presiden apabila tidak sesuai PPHN. Selain itu, tidak ada penambahan lainnya dalam amandemen terbatas UUD NRI 1945," pungkas Bamsoet.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: