Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Komnas Perlindungan Anak dan YLKI Sama-Sama Dukung Pelabelan Kemasan Plastik Mengandung BPA

        Komnas Perlindungan Anak dan YLKI Sama-Sama Dukung Pelabelan Kemasan Plastik Mengandung BPA Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kembali menegaskan bahwa kemasan plastik polycarbonat (PC) dengan kode plastik No.7, mengandung senyawa Bisphenol A atau zat BPA yang berbahaya bagi usia rentan yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil.

        Arist menuturkan perlu mengedukasi kepada ibu - ibu waspada, agar  bayi dan anak-anak mereka tidak mengkonsumsi makanan atau minuman dari kemasan atau wadah dengan kode plastik No.7 yang mengandung BPA.  Baca Juga: Auto Nyesel Buang Sembarangan! Segini Nilai Ekonomi Sampah Plastik Per Hari!

        "Ciri - ciri kemasan plastik seperti galon guna ulang yang mengandung Bisphenol A adalah, tercantum kode plastik No.7, keras dan tahan lama. Nah ibu-ibu dihimbau untuk waspada agar  bayi dan anak mereka tidak mengkonsumsi makanan atau minuman dari kemasan atau wadah dengan kode plastik No.7 yang mengandung BPA." tutur Arist Merdeka Sirait usai memberikan pelatihan kepada 5 relawan Komnas Perlindungan Anak. 

        Rencana sosialisasi Bahaya BPA di depan para orangtua murid PAUD akan dilakukan pada akhir bulan September ini. Baca Juga: Bahu-membahu Ringankan Beban Melalui Donor Plasma Konvalesen

        "Sosialisasi ini sebagai wujud nyata akan komitmen Komnas Perlindungan Anak untuk memerangi BPA, dan sebagai reaksi kepada BPOM yang lamban dalam merespon usulan dari Komnas Perlindungan Anak dan masyarakat" ungkapnya, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/9/2021).

        Karena itu, ia berharap BPOM segera memberikan label peringatan pada kemasan plastik makanan dan minuman serta galon guna ulang yang mempunyai kode plastik No.7 yang mengandung BPA, supaya konsumen mengetahui informasi adanya zat BPA yang dapat bermigrasi ke makanan atau minuman, yang dapat mengancam kesehatan jika dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil.

        Soal kalimat peringatannya, Arist berharap seperti yang diinginkan yaitu berbunyi : "Kemasan ini Mengandung BPA, Tidak Cocok bagi Bayi, balita dan Janin" 

        "Karena bayi, balita dan janin pada ibu hamil belum mempunyai sistem detok sehingga racun yang masuk ke dalam tubuhnya bisa langsung menyerang menjadi penyakit. 

        “Jadi saya sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak mendesak   BPOM agar segera melakukan pelabelan, tidak berlarut - larut seperti ini.  Memang BPOM telah menghubungi Komnas PA, tapi hanya memperhatikan, kita ingin tindakan nyata dari BPOM sebagai pemegang regulator," ungkapnya.

        Arist Merdeka berharap BPOM menunjukkan  keseriusan dalam menangani pelabelan pada kemasan yang mengandung BPA dalam hal ini galon guna ulang dan kemasan plastik lainnya dengan kode plastik No.7. 

        "Jadi wujud kesungguhan BPOM adalah dengan segera memberi label peringatan pada galon guna ulang dan kemasan plastik lainnya dengan kode plastik No.7," tandasnya.

        Lebih lanjut, Arist Merdeka juga mengungkapkan rencana Komnas PA bersama tim relawan akan melakukan sosialisasi ke PAUD PAUD tentang apa itu BPA dan bagaimana bahaya BPA. Bisa dibilang sebagai wujud desakan kepada BPOM agar segera memberi label pada galon guna ulang dan kemasan plastik lainnya dengan kode plastik No.7. 

        Kampanye tentang bahaya BPA akan dilakukan bersama Direktur PAUD Institut yang juga aktifis Sosialisasi Parenting dan Edukasi, Lia Latifah. 

        Sementara menurut Pengurus Harian YLKI Sularsi juga menyoroti pentingnya mengedukasi masayarakat soal bahaya produk kemasan plastik yang mengandung Bisphenol A (BPA). 

        Ia menjelaskan bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas terkait kemasan  plastik yang bisa membahayakan konsumen, dan konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan. 

        “Maka dari itu  perlu adanya satu label, apakah produk tersebut berbahaya  atau tidak, agar konsumen tahu. Jadi semua produk yang mengandung zat berbahaya harus diberi label. Baik itu produk kemasan makanan, air minum maupun maianan anak-anak. Jika itu tidak diberikan informasi atau pelabelan tentu akan sangat merugikan konsumen,” jelas Sularsi.

        Sejauh ini ada kelompok masyarakat yang menyuarakan pelabelan terhadap  barang-barang atau kemasan yang mengandung zat BPA yang berbahaya buat kesehatan janin, anak, dan ibu hamil. YLKI sangat setuju dengan pelabelan ini, sepanjang yang diuntungkan adalah masyarakat atau konsumen. 

        “Sangat setuju. Buat kami sepanjang ada penelitiannya dan itu ternyata tidak aman buat masyarakat maka negara yang punya wewenang untuk melakukan dalam pengawasan harus hadir.  Karena bayi dan anak-anak adalah masa depan kita. Jangan sampai kena racun dari sedini mungkin, kalau perlu bebas racun, karena akan menjadi satu paket dalam pembangunan nasional”, tambah Sularsi. 

        Lebih lanjut, Sularsi juga menggarisbawahi bahwa bukan hanya kemasan plastik yang mengandung zat BPA saja yang harus dilabeli, tetapi secara lebih luas lagi konsumen juga perlu adanya  informasi terkait makanan dan minuman. 

        “Kalau akan dilakukan pelabelan pada kemasan, itu tentu akan sangat bagus, apakah kemasannya aman atau tidak itu ada warningnya. Kita sudah ada standar SNI yang mengatur batas ambang zat tertentu yang diperbolehkan atau yang tidak dibolehkan dalam kemasan maupun makanan. Cuma terkadang dipahami berbeda oleh pelaku usaha” tambahnya lagi. 

        Masih menurut Sularsi, regulasi menjadi sangat penting dalam hal ini, oleh karena YLKI bukanlah regulator maka  hanya bisa menyuarakan melalui 2 cara, yaitu aktif dan pasif. Aktif misalnya  YLKI menemukan kasus terhadap sebuah produk dan pasif artinya menerima laporan dari masyarakat yang kemudian dikaji dan diskusikan kemudian disampaikan kepada pihak instansi terkait selaku regulator. 

        “Regulator yang kami maksud adalah, jika menyangkut obat dan makanan tentunya BPOM, jika yang menyangkut produk mainan anak-anak yang mengandung zat berbahaya adalah Kemenperindag.  Kami  bukan yang  punya wewenang untuk melakukan itu, tetapi ketika kita menemukan hal seperti  ini,  dari penelitian-penelitian kita memberi masukan kepada instansi terkait. Kita ikut menjadi tim yang memberi masukan demi sisi perlindungan konsumen. Jadi kami mendorong pelabelan ini, setidaknya ketika diinformasikan konsumen punya hak pilih,” jelasnya lagi. 

        Kesehatan bayi, balita dan janin pada Ibu hamil, adalah menjadi perhatian kita bersama. Oleh sebab itu menjaga anak-anak sejak dini agar tidak kemasukan zat-zat yang berpotensi memberbahayakan kesehatan seperti zat BPA menjadi sangat penting. 

        “Dampak bahayanya biasanya tidak langsung, tetapi karena terakumulasi dalam tubuh untuk  jangka waktu yang lama, maka tinggal menunggu waktu saja sampai sakit. Makanya yang terjadi penyakitnya aneh-aneh sekarang ini. Karena yang dikonsumsi adalah banyak yang berpotensi membahayakan kesehatan,” sambung Sularsi. 

        Secara umum menurut Sularsi menyampaikan, bahwa plastik kemasan di industri itu ada aturan-aturannya, standar penggunaannya sepeti apa. Mungkin dulu ktia masih boleh menggunakan, tetapi di negara lain udah dilarang. 

        Regulasinya sementara ini setiap 5 tahun regulasi ini direview. Mungkin saat ini kita masih boleh menggunakan, tetapi dengan perkembangan teknologi dan penelitian yang dijadikan database sekarang sudah tidak boleh menggunakan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: