DPR: Kenaikan Cukai Rokok Harus Pertimbangkan Semua Aspek, Enggak Boleh Sepihak
Anggota Komisi IV DPR RI Mindo Sianipar, meminta pemerintah untuk melindungi industri hasil tembakau (IHT) yang padat karya melalui kebijakan cukai yang pro terhadap petani tembakau dan buruh pabrik.
Menurut dia, kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) jangan sampai membebani mereka yang menggantungkan hidupnya pada IHT. Baca Juga: DPR Setuju Beri Amnesti Pada Saiful Mahdi, Mahfud MD Puas
Sambungnya, ia mengatakan, kenaikan tarif CHT akan menurunkan harga tembakau dari petani. Hal ini juga akan berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja di industri hasil tembakau (IHT).
“Soal cukai rokok, mata rantainya banyak di situ. Jadi, pendekatannya enggak boleh sepihak. Enggak boleh hanya kesehatan, enggak boleh juga hanya tenaga kerja. Semua satu kesatuan memikirkannya,” tegasnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/10/2021).
Baca Juga: Serikat Pekerja Rokok Tembakau Fokus Melindungi Kepentingan Buruh dan Penolakan Cukai
Lebih lanjut, ia juga mengatakan selama ini, mata rantai IHT menyerap hampir 6 juta tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jumlah tersebut menempatkan IHT sebagai salah satu sektor padat karya terbesar di Indonesia namun kondisi mereka sangat rentan terhadap tekanan yang terjadi di industri.
“Khususnya untuk sigaret kretek tangan, saya berharap kenaikan cukai nol persen. Ini harus dipertahankan karena rokok linting menyerap banyak tenaga kerja. Harus kita lindungi itu, ya,” katanya.
Adapun Ekonom Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha, menjelaskan menaikkan tarif CHT di masa pandemi tidak tepat dilakukan.
“Masa pandemi negara memang membutuhkan penerimaan untuk mendukung berbagai program pemulihan ekonomi nasional. Namun, upaya ini akan menjadi bumerang ketika membebani industri padat karya seperti IHT. Kenaikan tarif CHT justru berpotensi menyulut gelombang PHK dan tidak terserapnya hasil panen petani tembakau dan cengkih,” ujarnya dalam diskusi virtual belum lama ini. Menurut dia, kenaikan cukai rokok seharusnya tidak hanya bicara soal penerimaan, tetapi juga implikasinya pada pekerja dan petani tembakau.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, AB Widyanta menambahkan seberapa pun besaran CHT yang diterapkan, pemerintah tidak boleh mengabaikan perjuangan para petani tembakau. Petani tembakau adalah pihak yang selama ini terpinggirkan sehingga pemenuhan hak-haknya semestinya turut dipertimbangkan dalam kebijakan cukai.
“Tak hanya petani, dampak kenaikan CHT juga terjadi pada kondisi buruh pabrik (sektor formal maupun informal), terutama yang berkaitan dengan SKT. Jika CHT dinaikkan dan produksi rokok makin menurun, para pekerja di sektor padat karya seperti SKT yang mayoritas perempuan akan terdampak langsung dengan pengurangan jam kerja hingga pengurangan upah,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: