Sumpah Pemuda, FSPPB Teriak Lantang, Hari Ini Momentum Merajut Kembali Merah Putih yang Terkoyak
Peringatan Sumah Pemuda, Kamis (28/10), diharapkan menjadi momentum untuk kembali menyatukan rakyat Indonesia yang terlihat terpecah belah. Sumpah pemuda adalah ikrar pendahulu bangsa yang menyatakan Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.
Menurut Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar, momentum hari ini sama dengan peristiwa tahun 1928.
“Ketika bangsa kita saat ini sedang tidak baik-baik saja, maka saatnya seluruh elemen anak bangsa berikrar kembali menyatakan bahwa seluruh pemuda-pemudi dan putra putri Indonesia bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia,” tegasnya saat merayakan perayaan Hari Sumpah Pemuda, di depan Museum Sumpah Pemuda, Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Baca Juga: Kirab Budaya Dan Doa Lintas Agama Mewarnai Peringatan Sumpah Pemuda Dan HUT Ganjar Pranowo di Dieng
“Saya yakin inilah momentum kita meraih kembali kejayaan bangsa Indonesia pada tahun 2045. Karena pada tahun itulah Indonesia mencapai 100 tahun. Apakah akan menuju Indonesia emas atau Indonesia bubar!” jelasnya.
Arie mengungkapkan, satu syarat yang harus dipenuhi agar negeri ini bisa menuju Indonesia emas; persatuan dan kesatuan bangsa.Baca Juga: Tokoh Tionghoa Beraksi Peringati Sumpah Pemuda, Bakal Bentangkan Bendera Raksasa di..
Pada momentum Sumpah Pemuda tahun ini, FSPPB menyelenggarakan seremonial peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan mengajak seluruh elemen bangsa dari Sabang sampai Merauke untuk mengucapkan ikrar yang sama.
“Berikrar pada diri sendiri, berikrar pada kelompok, berikrar negara dan berikrar pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kita akan mampu dengan persatuan dan kesatuan bangsa, bangsa kita akan menjadi bangsa yang hebat, maju dan jaya,” tegas Arie.
Dalam perayaan ini FSPPB membawa simbol. Simbol yang dibawa dalam peringatan Sumpah Pemuda hari ini, berupa bendera merah putih berukuran jumbo. Ukurannya 30×50 meter.
“Ini simbol negara kita negara yang besar. Telah melalui perjalanan sejarah yang panjang. Seperti ukuran bendera merah putih dengan ukuran jumbo itu, sudah melalui perjalanan panjang, dari Sabang hingga Merauke. Bahkan telah berkeliling dunia. Hari ini bendera merah putih dalam ukuran jumbo sudah terkoyak. Sudah banyak yang robek. Ini juga gambaran bangsa kita saat ini. Sudah banyak kerusakan yang timbul,” papar Arie.
Karena itu, tema besar seremonial yang dibawa adalah Merajut Kembali Merah Putih yang Terkoyak.
“Bukan dengan benang emas. Bukan dengan tambang tetapi dengan persatuan dan kesatuan. Kalau kita lihat bendera ukuran jumbo itu ada robekan-robekan yang disatukan dengan tangan-tangan anak-anak bangsa. Persatuan dan kesatuan ini merajut bendera yang terkoyak,” jelasnya.
Dalam peringatan ini, Arie juga menyinggung kedaulatan energi. Menurutnya, kedaulatan energi menjadi salah satu bagian kedaulatan dari sebuah negara. Jamak dipahami, sebuah negara akan berdaulat paling tidak memiliki 3 kedaulatan, yaitu kedaulatan pangan, kedaulatan ekonomi dan kedaulatan energi.
Dia mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan potensial di bidang energi. “Indonesua kaya energi bukan hanya fosil seperti minyak bumi, batubara tetapi juga energi baru terbarukan yang sangat potensi besar. Ada 482 Gigawatt potensi energi terbarukan di negeri ini. Belum termasuk energi baru dari uranium, plutonium, dan torium, yang baru-baru ini ditemukan. Dan ini mutlak harus dikuasai oleh negara,” tegasnya. Hal ini sesuai amanat Undang-undang 1945 Pasal 33, yaitu cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak, mutlak dikuasai oleh negara.
Apalagi yang datangnya dari sumber kekayaan alam yang ada di Indonesia harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Tonggak inilah melandasi kita melangkah ke depan. Semua kedaulatan akan dicapai bila semua elemen anak bangsa bersatu kembali,” tegas Arie.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil