Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengatakan akan menghentikan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), dan diganti menjadi produk olahan bernilai tambah seperti mentega, kosmetik, hingga biodiesel.
Terkait hal ini, Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung, mengatakan, "Sekarang kan hanya 20 persen saja, sisanya sudah dalam bentuk turunan CPO. Jadi, mari kita maknai pernyataan Pak Presiden sebagai semangat kedaulatan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia," ungkap Gulat, melansir Elaeis.co.
Baca Juga: CPOPC: Program SOP untuk Petani Sawit di Negara-Negara Produsen
Sebelumnya, Gulat mengatakan bahwa berbagai survei telah membuktikan jika perkebunan sawit mencakup beragam manfaat, yakni dari aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek ekologi.
"Cara paling sederhana untuk percepatan perekonomian yang bisa dilakukan ialah dengan berbelanja. Nah, saat ini petani sawit mulai membelanjakan uangnya ke kota. Nah, jika ada aktivitas belanja, putaran uang yang terjadi. Di situlah hukum ekonomi berlaku," katanya.
Menariknya, kata Gulat, harga sawit mulai meningkat sejak Februari 2020 bersamaan dengan mulainya pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, termasuk di Riau. Bahkan, justru harga komoditas unggulan di Provinsi Riau ini terus tumbuh hingga menyentuh harga Rp3.457,15/kg.
Hingga saat ini, hampir 24 jam hidup masyarakat tak terlepas dari sawit, mulai dari obat-obatan hingga energi yang digunakan.
"CPO ini diminati dunia, bukan hanya negara yang menghasilkan dan mengolah CPO, ada juga negara yang tidak menghasilkan, tetapi mereka membeli dan menjual kembali. Ini justru ikut meningkatkan perputaran CPO yang nantinya berimbas pada TBS," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum