Antisipasi Dampak Perang Rusia-Ukraina, Akademisi: Dana PEN untuk IKN Rp127 T Harus Dievaluasi
Universitas Paramadina menggelar diskusi di Kanal Twitter Space Didik J Rachbini tentang "Beban Fiskal dan Perang Rusia Ukraina", Senin (7/3/2022). Hadir sebagai pembicara Eisha M Rachbini, Ph.D., ekonom INDEF; Dr Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina; serta Dr Agus Herta, Peneliti INDEF/dosen Univ. Mercu Buana.
Dr Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina, mengharapkan perang Rusia-Ukraina tidak berlangsung lama karena selain berdampak buruk bagi ekonomi global, akan menambah beban APBN akibat kenaikan harga minyak dunia yang telah mencapai US$120/barrel. Sementara, asumsi APBN masih di harga US$63/barrel.
Baca Juga: Ada Pesan Menohok dari IMF, Ekonomi Global Bisa Terguncang Akibat Perang di Ukraina karena...
"Dalam 6-7 tahuh terakhir pertumbuhan ekonomi nasional hanya berkisar 5 persen/tahun. Ketimbang era ordebaru yang dapat mencapai 7-8 % atau era presiden SBY yang di 6,5 %. Ini masih belum ideal. Ada juga ancaman midle income trap," terang Dr Handi Risza.
Dia menjelaskan, hampir 80 % penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak. Akan tetapi, di lingkungan ASEAN, tingkat rasio penerimaan pajak domestik terhadap PDB dapat dikatakan menjadi terendah (hanya 9,11%) dan belum bisa meningkat di atas 10 % nilai tax ratio.
Beberapa indikator makroekonomi/fiskal, dijelaskannya, memang sedang menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik. Terakhir, Indonesia diselamatkan oleh harga komoditas CPO dan batu bara di pasar internasional. Hingga di Triwulan II 2021, masih bisa tumbuh sekitar 7% meski hanya dari harga komoditas.
"Kondisi kenaikan harga minyak dunia bisa saja menjadikan harga BBM Indonesia ikut melambung, tetapi beban subsidi juga menjadi ikut meningkat jauh. Subsidi energi APBN hari ini (2022) ditetapkan Rp77,5 triliun dengan ICP 63 adalah harga yang sudah jauh melewati asumsi APBN," jelasnya.
Dr Handi melanjutkan, "Harga westtexas intermediate telah mencapai US$124/barel. Hal itu akan ikut menaikkan angka ICP Indonesia. Tinggal menghitung berapa beban kenaikan subsidi energi nasional per kenaikan 1 USD BBM yang harus ditanggung pemerintah."
Dia pun meminta pemerintah untuk memprioritaskan belanja APBN. Rencana tahap awal dana PEN untuk IKN sebesar Rp127 triliun harus dievaluasi kembali. Realisasi anggaran harus kepada sektor yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
"Struktur PDB domestik selama ini masih didominasi oleh sektor konsumsi. Harus diperhatikan agar daya beli tetap terjaga dan konsumsi masyarakat tetap normal," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum