Ketua DPD PDI Perjuangan (PDIP) Jawa Barat Ono Surono mengatakan bulan Juni mengingatkan Indonesia pada sosok besar putra utama yang pernah dimiliki bangsa ini dan memiliki arti besar bagi negara.
"Pada bulan Juni pulalah lahir seorang pejuang besar yang namanya menggetarkan langit-langit kaum penjajah dan membuat sulit tidur para penjajah itu. Bukan hanya di Indonesia saja nama ini mengetarkan bahkan sampai Asia-Afrika, nama pejuang besar ini dikenal dan menginspirasi banyak negara jajahan memerdekakan diri," jelas Ono saat memimpin upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2022 di Lapangan Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor, Rabu (1/6/2022).
Baca Juga: Wapres Ikuti Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2022 Secara Virtual dengan Khidmat
Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2022 di Kabupaten Bogor dihadiri juga oleh anggota DPR RI Adian Napitupulu, Ketua DPC PDI Perjuangan Kab. Bogor dan Kota Bogor Bayu Syahjohan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Fraksi PDI Perjuangan Rudi Harsa Tanaya dan Asyanti Thalib, serta Kepala Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor.
Tak hanya menggelar upacara, PDI Perjuangan Jabar juga membagikan 200 paket sembako untuk masyarakat Desa Sukajadi dan santunan untuk 100 anak yatim. Ono mengatakan bulan Juni merupakan bulannya Bung Karno sang patriot putra utama yang dilahirkan dari bumi pertiwi ini.
Selain itu, pada bulan Juni pula bangsa ini juga kembali diingatkan akan sebuah peristiwa yang memiliki pengaruh besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yaitu pidato Ir. Soekarno yang disampaikan di hadapan sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Baca Juga: Bertolak ke NTT, Presiden Akan Pimpin Upacara Peringatan Harlah Pancasila
"Dalam pidato tersebutlah pertama kali publik secara luas mengenal kata Pancasila setelah sebelumnya kata ini mungkin hanya dikenal dikalangan terbatas, yaitu peminat budaya dan sejarah," ungkapnya.
Anggota Komisi IV DPR RI ini juga mengatakan, tanggal 1 Juni kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Penetapan 1 Juni sebagai hari besar nasional, imbuh dia, merupakan langkah visioner pemerintah saat ini, yang tentunya layak diberikan apresiasi setinggi-tingginya.
"Dengan begitu generasi muda saat ini mengetahui atau bahkan sebagian dari mereka tertarik menggali Pancasila lebih komprehensif, sekali lagi layak kita berikan apresiasi langkah tersebut," katanya.
Dia menambahkan diskursus Pancasila pun semakin meluas, bahwa Pancasila tidak lagi menjadi sekadar sesuatu yang harus dipelajari sejak sekolah dasar, namun hanya kulitnya. "Atau Pancasila hanya sekedar bahan hafalan dari sila kesatu sampai kelima, tanpa tahu maknanya," ujarnya.
Baca Juga: Jokowi Pun Akui Syafii Maarif sebagai Bapak Bangsa, Orangnya Rizieq Malah Gini: Saya Kurang...
Menurutnya, Indonesia merupakan Negara demokrasi yang berdasarkan hukum. Undang Undang Dasar Negara RI telah memasukkan Pancasila sebagai dasar filosofisnya.
"Akan tetapi, 'jauh panggang dari api', Pancasila sebagai landasan filosofis masih sebatas di ranah akademik, dalam praktek penyusunan perundang-undangan di Indonesia tidak sungguh-sungguh menjadikan Pancasila sebagai landasan filosofisnya," jelasnya.
Menurut Ono, hal ini menjadi pekerjaan rumah semua masyarakat, dalam kerangka terus berupaya mengejewantahkan Pancasila menjadi benar-benar hidup dan menjadi nafas geraknya penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
Baca Juga: Kejuaraan E-Sport Gubernur Jawa Barat 2022, E-Sport Mampu Persatukan Bangsa
Dia menilai perkembangan sosial di Indonesia menunjukkan telah terjadi polarisasi yang cukup tajam, kelompok pro Pancasila yang selama orde baru tiarap, tampaknya belum memperlihatkan gerak yang maksimal dalam mengejewantahkan Pancasila.
"Khilafah yang anti Pancasila, semakin berani terang-terangan melakukan propaganda mereka. Tidak hanya secara akademik, bahkan gerak politik tersebut juga telah tampak jelas di hadapan kita semua. Apakah kita semua terus diam dan membiarkan mereka semakin besar? Atau kita tampakkan perlawanan yang nyata agar kita semua dapat hidup dengan aman, nyaman, dan tenteram di bawah naungan negara yang berasaskan Pancasila, sebagaimana telah kita nikmati selama ini," jelasnya.
"Untuk itu, bangsa ini harus mulai maju menampakkan gerak nyata," tegas Ono.
Ono menambahkan, Pancasila tidak boleh lagi menjadi jargon saja dan tak boleh lagi hanya menjadi syarat formal tanpa nilai. Pancasila harus didorong benar-benar menjadi nafas setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di semua tingkatan dan menjadi nafas penyelenggaraan negara sehingga politik identitas tidak lagi merebak, mengganggu, dan merusak sistem demokrasi yang berjalan di Indonesia.
Baca Juga: Kenang Buya Syafii Maarif, Riza Patria: Dia Sangat Baik, Bersahaja, dan Berintegritas
Selain itu, pemerataan ekonomi bagi semua masyarakat Indonesia dapat segera terwujud agar menjadi bangsa yang berdikari di bidang ekonomi.
Bahkan, kata Ono, setelah sebelumnya Pancasila ditawarkan kepada dunia, di tengah hiruk pikuk ancaman perang dunia ketiga, hendaknya pemerintah tetap menjalankan politik bebas aktifnya dan menyerukan perdamaian kepada semua pihak yang saat ini terlibat konflik.
Baca Juga: Heran Atap Tribun Formula E Bisa Ambruk, Habib Husin: Bangsa Ini Bisa Malu Dihadapan Internasional!
"Pancasila dapat menjadi perangkat untuk menyikapi seluruh kondisi dan dperkembangan yang dihadapi Indonesia pada saat ini dan masa mendatang. Kondisi yang diinginkan oleh Pancasila, secara garis besar, adalah masyarakat, negara, dan dunia yang tanpa penindasan," ungkapnya.
Dengan demikian, lanjut Ono, sistem ekonomi yang dicita-citakan oleh Pancasila adalah sistem ekonomi yang tanpa adanya posisi berat sebelah antara pemodal dan pekerja. Sistem politik yang dicita-citakan oleh Pancasila pun demokrasi yang menjamin adanya kesetaraan yang hakiki antara semua pihak.
"Kesetaraan dalam ekonomi dan politik seperti ini pula yang dicita-citakan dapat terjadi dalam hubungan antar bangsa dan negara di dunia," tegasnya.
Kondisi yang dicita-citakan oleh Pancasila merupakan kondisi yang bertolak belakang secara mendasar dengan kondisi pada kurun waktu 1925-1945, yaitu kurun waktu di mana Bung karno menggali Pancasila saat pemerintahan kolonial Belanda masih berkuasa di Nusantara, bahkan bertolak belakang dengan kondisi saat ini. Maka, Pancasila menghendaki sebuah perubahan yang revolusioner.
Baca Juga: Dulu Bersama Menentang Orde Baru, Fahri Hamzah Berikan Pesan Menohok Buat Dua Tokoh PDIP Ini!
"Apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan Pancasila yang revolusioner? Bagaimana Pancasila dapat menjawab dan memberikan alternatif terhadap dinamika kondisi saat ini?," tanya Ono.
Ono mengungkapkan apa yang ingin dicapai oleh Pancasila sesungguhnya adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku ekonomi yang semula menindas dan mengeksploitasi menjadi perilaku ekonomi yang menghargai. Selain itu, perubahan perilaku politik yang semula memanipulasi menjadi perilaku politik yang memerdekakan.
Baca Juga: Heran UAS Banyak Dihujat, Faizal Assegaf: Dia Pancasilais Sejati, Jokowi Saja Sebenarnya Kagum!
"Lalu, bagaimana jawaban atas pertanyaan apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan Pancasila yang revolusioner? Bagaimana Pancasila dapat menjawab dan memberikan alternatif terhadap dinamika kondisi saat ini? Tentunya dibutuhkan rangkaian konsep, kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjabarkan dan mengaplikasikannya," jelasnya.
Hal ini tentu saja bukan hal yang mudah. Diperlukan kerja yang serius dan butuh waktu. "Bagi kita yang tertarik untuk mulai melakukan perubahan, maka satu hal yang harus selalu digarisbawahi adalah bahwa sesuatu yang akan dilakukan tersebut harus selalu didasarkan pada kesadaran, karena tanpa adanya kesadaran maka kita hanya akan selalu mengikuti arus dan putaran yang diciptakan oleh pihak lain yang tidak ingin melihat perubahan menuju keadaan yang lebih baik," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Ayu Almas