Wacana Kementerian PUPR yang akan melakukan pembangunan Tol Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat untuk mengatasi kemacetan nampaknya menimbulkan pro kontra.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, pembangunan Tol Puncak ini tentunya akan menimbulkan persoalan lingkungan di kawasan Puncak Bogor.
"Membangun tol di Puncak bisa menimbulkan persoalan lingkungan. Seharusnya yang jadi prioritas itu adalah pembenahan angkutan umum dan membenahi manajemen lalu lintas,” katanya kepada wartawan, Selasa (21/6/2022).
Tidak hanya itu Djoko juga sangat menyayangkan sikap Pemkab Bogor, yang menolak keberadaan angkutan umum di wilayahnya yakni program Bus Trans Pakuan.
“Ketika Bus Trans Pakuan yang mendapat biaya operasional 100 persen dari Ditjenhubdat akan memperluas operasi layanannya hingga wilayah Kabupaten Bogor, tetapi Pemkab Bogor malah menolaknya,” tuturnya.
Untuk sementara waktu ini, perencanaan pembangunan tersebut masih dalam pengkajian secara bersama-sama untuk menentukan pilihan yang tepat dalam mengurai kemacetan di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sebelumnya diberitakan, guna mengurai kemacetan yang terjadi di jalur Puncak, Ditjen Bina Marga menyiapkan tiga solusi yang ditawarkan.
Pertama, melakukan pelebaran jalan, akan tetapi hal tersebut terkendala dengan lahan yang sekarang sudah mahal.
Kedua, penataan di setiap persimpangan jalan. Meskipun demikian, dari pantauan yang dilakukan terdapat empat sampai lima titik yang sering terjadi kemacetan di jalur Puncak.
Ketiga, untuk mengatasi kemacetan di Puncak pemerintah berencana membangun jalan bebas hambatan alias tol. Yang kemungkinan akan dibuat sepanjang 18 kilometer dengan rute yang meliputi kawasan Caringin, Cisarua dan Gunung Mas.
Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hedy Rahadian menyebut solusi ketiga yang dianggap memungkinkan
Ada dua skema dalam pembangunan tol ini, yakni dengan jalur solicited dan jalur unsolicited atau biasa juga disebut prakarsa.
Skema pertama, jalur solicited yaitu masuk ke dalam rencana kerja (pipeline) kementerian.
Skema kedua yakni jalur prakarsa (unsolicited), baginya model ini bisa lebih cepat dan sebagai salah satu solusi yang harus didalami.
"Kalau memang dari model bisnisnya yang teman -teman hitung memungkinkan untuk prakarsa, kami akan tawarkan secara prakarsa kalau ada yang berminat," kata Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hedy Rahadian, Minggu (19/6/2022).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: