DPR RI mendorong Kota Depok mempercepat penurunan kasus stunting. Percepatan dilakukan untuk mengejar target penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.
"Presiden Joko Widodo telah menetapkan Indonesia harus bisa menekan stunting menjadi 14 persen. Pada 2021, posisinya masih 24,4 persen secara nasional. Ini berarti satu dari empat anak Indonesia tercatat stunting," kata Anggota Komisi IX DPR RI Wenny Haryanto saat melakukan sosialisasi Program Percepatan Penurunan Stunting bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kepada para kader di Jalan KH Ahmad Dahlan, Beji Timur, Depok, Rabu (22/6/2022).
Baca Juga: Optimalkan Peran Posyandu Atasi Stunting, PKT Gelar Pelatihan PMBA dan Antropometri
Wenny menjelaskan, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
"Nah, percepatan penurunan stunting merupakan upaya intervensi yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa," ungkapnya.
Selain itu, sosialisasi turut menghadirkan narasumber Koordinator Bina Kompetensi Provider dan Hubungan antara Provider-Klien BKKBN Ari Widiastuti, Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Rahmat Mulkan, dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) Kota Depok Nessi Annisa.
Baca Juga: Kasus Stunting di Garut Masih Tinggi, BKKBN Jabar Turun Tangan
Koordinator Bina Kompetensi Provider dan Hubungan antara Provider-Klien BKKBN Ari Widiastuti menjelaskan, upaya percegahan stunting harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari hulu hingga hilir. Stunting harus dicegah dengan cara meminimalisasi potensi risiko sejak sebelum kehamilan. Bahkan, sebelum perkawinan melalui pembekalan kepada calon pengantin.
"Yang perlu kita lakukan dalam pencegahan, kita harus melakukannya dari hulu sampai ke hilir," tegasnya.
Adapun, Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Rahmat Mulkan menambahkan BKKBN membentuk tim pendamping keluarga (TPK) yang bertugas melakukan pendataan dan pendampingan kepada keluarga berisiko stunting. Tim ini terdiri atas bidan, kader keluarga berencana (KB), dan kader pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK). Jawa Barat memiliki 112.500 TPK tersebar di setiap rukun warga di 27 kabupaten dan kota.
"TPK itu menjalankan tugas dengan empat sasaran yang harus dilakukan. Pertama, awasi setiap RT atau RW terhadap calon pengantin yang mau nikah. Kedua, melakukan pemantauan kepada ibu hamil selama sembilan bulan. Ketiga, melakukan pemantauan sesudah melahirkan. Keempat, mendampingi keluarga yang memiliki bayi di bawah dua tahun (baduta)," jelasnya.
Baca Juga: Virtual Expo UPPKA 2022: Pemenuhan Gizi, Pencegahan Stunting sampai Pemberdayaan Ekonomi
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) Kota Depok Nessi Annisa Nessi Annisa mengatakan, Pemerintah Kota Depok sangat concern terhadap upaya percepatan penurunan stunting. Salah satunya melalui pembinaan keluarga-keluarga yang memiliki balita melalui kelompok kegiatan bina keluarga balita (BKB).
"Bagaimana kita mempersiapkan keluarga untuk bisa melakukan pola asuh baik untuk anak-anak. Baik itu pola asuh perilakunya, kesehatannya, lingkungannya, maupun makanannya," ungkapnya.
Baca Juga: Hebat! 16.793 Kampung KB Terbentuk Guna Turunkan Prevalensi Stunting di Indonesia
Salah seorang kader yang hadir pada saat sosialisasi, Endang mengaku mendapatkan ilmu baru terkait upaya pencegahan stunting. Materi itu yang kemudian akan disebarkan kepada warga binaannya.
"Jelas menambah wawasan masalah stunting. Juga para kader bisa memahaminya dan menekan angka stunting di wilayah masing-masing," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Ayu Almas