Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lagi, BI Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global jadi 3% di 2022

        Lagi, BI Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global jadi 3% di 2022 Kredit Foto: BI
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bank Indonesia (BI) kembali merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,4% menjadi 3% di sepanjang tahun 2022. Sebelumnya pada bulan lalu, BI juga memangkas proyeksi ekonomi global dari 3,5% menjadi 3,4%.

        Stagflasi yang terjadi di dunia menjadi alasan BI merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi global. Adapun stagflasi adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi global berjalan stagnan, namun di saat yang bersamaan inflasi mengalami peningkatan.

        "Kami secara bersama-sama di dewan Gubernur memang yang terjadi di global perlu dicermati, diantisipasi dan perlu ditempuh langkah-langkah bersama yaitu risiko terjadinya stagnasi pertumbuhan ekonomi global, dan pada saat yang sama meningkatnya inflasi (stagflasi)," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (23/6/2022).

        Menurutnya, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya stagnasi perekonomian global dan meningkatnya inflasi. Pertama, risiko yang berkaitan dengan ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina yang menyebabkan gangguan rantai pasokan global, harga pangan dan harga energi.

        Gangguan dari sisi suplai tersebut disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara, mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global.

        "Harga minyak misalnya kita perkirakan tahun ini sebesar 103 dolar per barel. Ini yang kemudian dari sisi pasokan menimbulkan risiko perlambatan ekonomi global, dan dari sisi kenaikan harga menimbulkan risiko meningkatnya inflasi," jelasnya.

        Faktor kedua, pengetatan kebijakan moneter di AS, dan berbagai negara maju yang pertumbuhan ekonominya terus meningkat dan negara yang inflasinya tinggi disebabkan tidak mempunyai ruang fiskal. Pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif tersebut berpotensi menahan pemulihan perekonomian global dan mendorong peningkatan risiko stagflasi.

        "Ruang fiskalnya yang terbatas menyebabkan meningkatnya harga-harga di dalam negeri. Ini terjadi di Brazil, India dan sejumlah negara lain. dan kenaikan suku bunga tentu saja menurunkan permintaan dan pertumbuhan ekonomi," ucap Perry.

        Faktor yang ketiga adalah kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok yang dapat menahan perbaikan gangguan rantai pasokan. Akibat ketiga faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

        "Seluruh faktor ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi global berisiko ke bawah. Kami perkirakan yang semula mencapai 3,4%, bacaan kami tiga faktor tadi menimbulkan risiko bahwa ekonomi global dapat turun jadi 3%, meskipun nanti naik lagi di 2023 menjadi 3,3%," ungkap Perry.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: