Pemerhati Sebut Aturan Baru FIFA Jadi Angin Segar Bagi Indonesia Menuju Piala Dunia: Syaratnya Revolusi PSSI!
Pemerhati sepak bola nasional Dr. Amsori Bahruddin Syah mengatakan, jalan bagi Indonesia untuk bisa mengikuti Piala Dunia kini terbuka lebar.
Hal itu tercermin dari aturan baru FIFA di Piala Dunia 2026. Mulai dari jumlah tim peserta hingga skema pertandingan.
Piala Dunia 2026 akan digelar di tiga negara sekaligus, yakni Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Meski masih terpaut 3,5 tahun mendatang, persiapan gempita bola dunia itu sudah berjalan saat ini.
FIFA merencanakan penambahan jumlah peserta Piala Dunia 2026 menjadi 48 tim dari yang sebelumnya hanya 32 tim saja. Dengan harapan semakin banyak negara yang ikut andil dalam pesta sepak bola dunia, termasuk tim yang tidak pernah tampil di Piala Dunia.
Penambahan kuota peserta untuk Piala Dunia 2026 yang digelar di Kanada, Amerika Serikat dan Meksiko ini turut berimbas pada sepak bola Asia, di mana kuota tim yang lolos mencapai delapan slot, dari yang sebelumnya hanya empat slot.
"Adanya penambahan slot negara Asia yang bisa tampil di Piala Dunia 2026 itu membuat kans Timnas Indonesia terbuka lebar. Paling tidak, aturan baru FIFA untuk Piala Dunia 2026 adalah motivasi tersendiri untuk Timnas Indonesia membuat road map sepak bola yang lebih jelas dan terarah," kata Dr. Amsori Bahruddin Syah, Rabu (28/12).
Lanjut Amsori, meskipun ada peluang bagi Indonesia, tetapi hal itu tidak mudah. Sebab, bercermin dari rangking FIFA saat ini tim squad garuda masih berada di posisi 151 dunia dan 28 di Asia.
"Ini perlu perjuangan yang besar bagi Timnas Indonesia. Syaratnya ya harus bisa meningkatkan ranking FIFA. Minimal masuk 10 besar Asia," ujar Amsori.
Jalan menuju peningkatan ranking FIFA, lanjutnya, maka perlu ada pembenahan total sepak bola Indonesia. "Mulai dari rombak total organisasi PSSI, fokus pada perbaikan pembinaan talenta muda yang konsisten dan terukur serta perbaikan kualitas liga," ungkap Amsori.
Akademisi Universitas Nasional itu mengatakan, PSSI juga harus melakukan pembinaan kepada calon-calon pemain Timnas dari bawah yakni Sekolah Sepak Bola (SSB), dan aturan dalam pembinaan juga harus dikuatkan demi melahirkan bibit-bibit pemain unggul ke depan.
"Utamanya harus ada revolusi dalam pembinaan sepak bola usia muda itu dari tingkat SSB, diatur sistemnya seperti apa lalu anak-anak sepak bola yang bermain di sekolah, di kampung-kampung kalau ada potensi harus direkrut PSSI bukan sibuk naturalisasi mulu kita,” ungkapnya.
Dipaparkan Amsori, salah satu kelemahan yang sering dialami oleh pemain-pemain Timnas Indonesia adalah terputus generasi, yang mana saat masih di tim junior sangat baik, namun setelah naik ke level senior mulai hilang kualitas.
Hal ini tidak lepas dari kelalaian PSSI selaku organisasi induk sepak bola di Indonesia dalam menjaga kualitas pemain di Timnas.
“Kelalaian PSSI misalnya, ada pemain muda pada usia 17 tahun dia pemain muda Persija, ketika mau naik usia 18-20 jangan main di Persija lagi, tapi main di top Eropa,” bebernya.
“Divisi 2, divisi 3 nggak ada masalah karena kualitas liga kita ketinggalan jauh dan akhirnya kan ketika mereka sudah usia senior ya permainannya lembek aja. Tapi kalau sudah main kayak Egy Maulana dan Witan Sulaiman yang pernah bermain di Eropa kelihatan kualitasnya seperti apa, dia menerima bola operan mencetak golnya, naluri menyerangnya kan kelihatan,” jelasnya lagi.
Amsori juga mengurai akar persoalan yang kerap menghambat kemajuan sepak bola Indonesia ada pada tubuh federasi sepak bola nasional atau PSSI.
Hal itu diakuinya sudah berlangsung lama dan bahkan menjadi persoalan akut yang sulit dikendalikan meskipun berkali-kali ganti kepengurusan.
"Konflik di tubuh PSSI kerap menjadi pemicu rusaknya fokus dalam meningkatkan kualitas sepak bola nasional. Itu terjadi karena proses dalam kandidasi kepemimpinan tidak bersandar substansi persoalan, sehingga rivalitas calon ditentukan oleh kekuatan uang bukan gagasan," terang Amsori.
"Pengalaman PSSI yang sudah berkali-kali melakukan KLB nyatanya tidak memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan sepak bola nasional. Ini menandakan bahwa sepak bola kita sudah sangat kritis dan jalan satu-satunya adalah dengan melakukan revolusi," tambahnya.
Amsori menilai wajar jika publik pecinta sepak bola tanah air mendesak untuk dilakukan revolusi di tubuh PSSI karena memang sudah sangat kritis permasalahan yang ada di dalamnya.
"Pokoknya revolusi PSSI harga mati jika memang ingin sepak bola maju dan bersaing dengan negara top Asia bahkan dunia," tegasnya.
Oleh sebab itu, Amsori menyarankan agar PSSI yang baru nanti bisa melihat masalah putusnya generasi di Timnas Indonesia ini, agar regenerasi itu tidak putus dan permainan mereka konsisten sampai usia senior.
“Maka pada usia tertentu harus keluar negeri ke liga Eropa terutama, minimal liga-liga Asia seperti Jepang dan Korea itu kan sudah maju persepakbolaannya. Dan PSSI harus bertanggung jawab,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: