Habis Dapat Restu Jokowi, Yusril Tiba-tiba Dukung Kubu Megawati Soal Sistem Proporsional Tertutup
Partai Bulan Bintang (PBB) dan PDI Perjuangan menjadi dua partai yang mendukung wacana pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup di 2024.
Hal tersebut terjadi setelah Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra bersama Sekretaris Jenderalnya Afriansyah Noor mendaftar sebagai pihak terkait secara langsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Yusril menyebut, PBB sudah berkomunikasi dengan PDIP sebelum mengajukan permohonan sebagai pihak terkait.
"Ini kerja sama yang baiklah antara PDIP dan PBB. Ini awalnya dan akan berlanjut terus Insya Allah untuk waktu yang akan datang, sehingga kelompok nasionalis dan Islam bisa bersatu," kata Yusril kepada wartawan di Gedung MK.
Kendati begitu, Yusril menyadari bahwa sikap PBB dan PDIP mendukung sistem proporsional tertutup ini berseberangan dengan mayoritas partai politik di Tanah Air. Delapan partai parlemen dan sejumlah partai non-parlemen diketahui mendukung sistem proporsional terbuka. Bahkan tiga partai sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait ke MK untuk mendukung sistem proporsional terbuka.
"Memang pendapat kami ini tidak didukung oleh mayoritas partai. Kelihatannya yang sependapat hanya PDIP dengan PBB," ujar Yusril.
Ketika ditanya mengapa tidak mengajukan permohonan pihak terkait bersama dengan PDIP, Yusril menyebut partai berlogo banteng moncong putih itu memang tidak bisa mengajukan diri. Sebab, PDIP terlibat dalam perancangan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sementara PBB tidak terlibat, sehingga tidak melanggar ketentuan MK terkait pengajuan sebagai pihak terkait.
Dia pun yakin PBB punya legal standing yang kuat dalam pengajuan sebagai pihak terkait ini. Sebab, PBB bukan hanya tak terlibat dalam penyusunan UU Pemilu, tapi juga peserta Pemilu 2024 sehingga punya kepentingan langsung atas sistem pileg yang akan digunakan.
Baca Juga: Kaku Hingga Pasrah Diroasting, Sinyal Jokowi Tak Berdaya Melawan Megawati: Dia Seperti Tertekan...
Pakar hukum tata negara ini pun berharap MK menetapkan PBB sebagai pihak terkait. Dengan begitu, PBB akan menghadirkan saksi ahli dalam sidang MK untuk mendukung gugatan pemohon agar pileg kembali ke sistem proporsional tertutup.
Yusril mengatakan, terdapat sejumlah alasan mengapa PBB mendukung sistem proporsional tertutup. Pertama, sistem proporsional terbuka membuat rakyat bingung karena bisa mencoblos caleg dan/atau partai. Kebingungan itu pada akhirnya membuat banyak surat suara tidak sah.
Dia pun membantah anggapan bahwa sistem proporsional tertutup seperti 'membeli kucing dalam karung' lantaran pemilih hanya mencoblos partai. Menurutnya, dalam sistem proporsional tertutup memang rakyat hanya mencoblos partai, tapi di kertas suara tetap terpampang nama caleg. "Jadi rakyat bisa baca siapa calonnya," katanya.
Baca Juga: Rahasiakan Majunya Ganjar atau Puan, Megawati Ternyata Amati Lawan, Dua Skenario Dipersiapkan!
Kedua, sistem proporsional terbuka membuat partai politik tidak peduli soal kaderisasi. Demi mendulang suara, partai politik lebih memilih mengusung orang-orang yang punya popularitas atau punya uang banyak, dari pada kadernya sendiri. Alhasil, partai jadi seperti perusahaan.
"Selama ini ... partai berdiri tidak jelas sejarahnya, tidak jelas peranannya, tiba-tiba dapat suara besar sekali ya karena rekrut siapa saja, kader bukan apa bukan, yang penting orang terkenal, artis, pelawak, dan mereka yang punya uang besar untuk membiayai kegiatan pemilu," ujar Yusril.
Dengan sistem proporsional tertutup, lanjut dia, PBB ingin partai politik kembali menjadi wadah kaderisasi. Dengan begitu, seorang kader dididik terlebih dahulu sebelum diusung menjadi caleg.
Ketiga, penerapan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2009, 2014, dan 2019 terbukti gagal menghasilkan anggota dewan yang mumpuni. Menurut Yusril, anggota dewan hasil tiga pemilu tersebut kinerjanya buruk dalam mengajukan rancangan undang-undang maupun mengawasi pemerintah.
"Jadi percuma kita capek-capek pemilu menghasilkan anggota DPR dengan kualitas seperti itu, yang disebabkan oleh sistem proporsional terbuka," kata mantan menteri sekretaris negara itu.
"Karena itu, kami ingin ini (sistem proporsional tertutup) dikembalikan oleh Mahkamah Konstitusi," imbuhnya. Untuk diketahui, sistem proporsional tertutup diterapkan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.
Baca Juga: Dukung Yusril Jadi Penerusnya, Jokowi Ngaku Sedang Balas Budi: Gantian, Enggak Ada Salahnya!
MK akan menggelar sidang lanjutan atas gugatan uji materi sistem pileg ini pada Selasa (17/1/2023) depan. Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan perkara itu, MK akan meminta keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar